REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Kamboja akan menyelidiki dugaan penculikan seorang aktivis asal Thailand, Wanchalearm Satsaksit, di Phnom Penh. Hal itu diungkapkan seorang juru bicara kepolisian, Selasa (9/6).
Pernyataan itu disampaikan lima hari setelah beberapa orang bersenjata dilaporkan menyeret Wanchalearm dari jalanan di ibu kota. Kamboja sebelumnya menyangkal mengetahui penculikan Wanchalearm (37 tahun) sehingga menyebabkan warga Thailand protes dan geram. Pengunjuk rasa mendesak Pemerintah Thailand dan Pemerintah Kamboja menyelidiki kasus tersebut.
"Otoritas di Kamboja akan menyelidiki kasus ini ... kami akan memeriksa apakah informasi ini benar atau keliru," kata juru bicara kepolisian, Chhay Kim Khoeun.
Pernyataan itu disampaikan Khoeun setelah puluhan demonstran berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Kamboja di Bangkok, Senin (8/6). Pengunjuk rasa meminta adanya penyelidikan atas hilangnya Wanchalearm serta menuduh Pemerintah Thailand merancang penculikan tersebut.
Kepolisian dan Pemerintah Thailand menyangkal tuduhan itu. Pemerintah Kamboja juga menyanggah terlibat dalam insiden penculikan itu.
Keluarga Wanchalearm mengirim petisi yang meminta Pemerintah Thailand dan anggota parlemen membantu penyelidikan. Kakak perempuan Wanchalearm, Sitanun Satsakit, mengatakan ia dan adiknya sempat berbincang lewat telepon pekan lalu, tetapi komunikasi keduanya tiba-tiba terputus. Setelah berusaha menghubungi Wanchalearm selama 20 menit, ia diberitahu oleh seorang teman, adiknya telah diculik dari jalanan di Kota Phnom Penh.
Thailand mengatakan ia akan membantu keluarga Wanchalearm dengan membantu penyelidikan yang diadakan oleh otoritas di Kamboja, kata Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.
"Kami akan berbuat apapun yang kami bisa. Kami tidak akan ikut campur dengan otoritas di negara lain. Mereka punya sistem penyelidikannya sendiri," ujar PM Prayuth.
Wanchalearm melarikan diri dari Thailand setelah diincar oleh pihak militer selepas adanya kudeta militer yang dipimpin oleh Prayuth. Ia saat itu menjabat sebagai panglima militer dan kudeta itu dinilai bertujuan mengembalikan ketertiban setelah rangkaian aksi massa dan kerusuhan di Thailand.
Otoritas di Thailand pada 2018 mengeluarkan surat penangkapan untuk Wanchalearm karena ia dianggap melanggar Undang-Undang Pidana Komputer. Wanchalearm sempat mengelola laman Facebook yang berisi kritik keras terhadap pemerintahan militer Thailand.
Setidaknya delapan aktivis lain yang melarikan diri dari Thailand setelah kudeta dikabarkan hilang di Kamboja, Laos, dan Vietnam. Dua di antaranya ditemukan tewas mengapung di Sungai Mekong.