REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat 2019 merupakan tahun yang suram dalam penegakan HAM di antaranya karena merupakan tahun politik. "Tahun 2019 ini adalah tahun suram penegakan HAM," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah dalam konferensi daring, Selasa (9/6).
Pada Pemilu 2019, Komnas HAM menyoroti kematian KPPS setelah pemungutan suara, peristiwa 21-23 Mei yang menyebabkan hilangnya 10 nyawa, aksi tolak pembahasan RKUHP, dan revisi UU KPK yang menimbulkan 5 korban jiwa dan 2 korban luka-luka. Hingga kini, pelaku yang menyebabkan hilangnya nyawa korban belum terkonfirmasi dan diproses hukum.
Laporan itu termasuk ke dalam 2.727 aduan yang masuk ke Komnas HAM selama 2019 dengan institusi yang paling dilaporkan adalah Polri. Dugaan pelanggaran Polri yang paling banyak diadukan adalah penggunaan upaya paksa (45 persen), disusul penanganan kasus lambat (23 persen), proses hukum tidak prosedural (10 persen), penganiayaan (10 persen), kriminalisasi (5 persen), diskriminasi (4 persen) dan lain-lain (3 persen).
Agar catatan buruk 2019 tidak terulang, Komnas HAM merekomendasikan Presiden memperkuat komitmen peningkatan perlindungan HAM serta mendorong kebijakan dan regulasi sesuai standar HAM. "Konteks ke depan adalah bagaimana mengembalikan marwah atau semangat negara HAM terutama pada negara, terutama pemerintah," ujar Hairansyah.
Sementara untuk Kapolri, Komnas HAM merekomendasikan untuk menghapus budaya kekerasan di kepolisian untuk mencegah penyiksaan dalam menjalankan tugas.