REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Rumlun kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covif-19 Jatim, Joni Wahyuhadi mengaku telah menerima laporan dari Direktur Rumah Sakit (RS) Paru Karang Tembok, Kecamatan Semampir Surabaya, tentang jenazah Covid-19 yang dibawa paksa keluarga untuk pulang beserta tempat tidurnya. Joni mengatakan, pihak RD mengaku, pasien tersebut sudah mendapat perawatan intensif dari dokter anastesi, sebelum akhirnya dinyatakan meninggal pada 4 Juni dinihari.
Kemudian, pihak rumah sakit mencoba melaporkan terkait meninggalnya pasien tersebut kepada pihak keluarga. Sayangnya pihak keluarga tidak ada yang bisa dihubungi. Sambil menunggu jawaban dari pihak keluarga, petugas rumah sakit pun melakukan perawatan jenazah sesuai protokol Covid-19.
"Kemudian pukul 7.30 WIB, kepala ruangan RSUD menghubungi keluarga lewat handphone sampai lima kali tapi masih juga tidak diangkat. Baru jam delapan lewat, terhubung ke keluarga dan siap menuju ke rumah sakit," kata Joni di Surabaya, Rabu (10/6).
Pihak keluarga pun akhirnya tiba di ruang anastesi, dan langsung mendapat penjelasan dari oleh dokter jaga terkait meninggalnya pasein tersebut. Keluarga kemudian izin berunding dengan keluarga yang lain. Perundingan dilakukan sampai sekitar pukul 09.00 WIB.
"Jadi mulai jam lima meninggalnya. Kemudian jam sembilan ada dua orang dari keluarga pasien yang meminta masuk untuk memastikan bahwa yang meninggal itu ibunya," ujar Joni.
Petugas pun, kata Joni, menyiakan APD untuk keluarga tersebut. Keluarga masuk melihat jenazah dengan menggunakan APD, dimana jenazah sudah dibungkus plastik. Selanjutnya, sekitar pukul 11.00 WIB, ada 10an orang dari pihak keluarga menuju lantai empat ruang isolasi jenazah dan membawa paksa jenazah beserta tempat tidur.
"Jam 11.05 WIB, petugas lapor ke direktur bahwa keluarga pasien membawa paksa jenazah. Selanjutnya melapor ke security supaya keluarga membawa jenazah dihentikan. Ini juga sudah dilaporkan ke kepolisian, Babinkamtibmas bahwa pasien atau jenazah tersebut adalah pasien Covid-19, yang sebelumnya dirawat di Rumah Sakit PHC Surabaya, hasil PCRnya positif," kata Joni.
Direktur RS Paru, kata Joni, memerintahkan perawat dengan menggunakan APD lengkap datang ke rumah almarhum untuk membantu pemulasaran jenazah. Sesampainya di rumah duka sudah ada ratusan orang dan tidak mau jenazah dipulasara sesuai dengan protokol Covid-19.
"Selanjutnya, masa mulai melakukan tindakan kekerasan dengan memukul mobil ambulan dan mendorong petugas, tidak ada polisi pada waktu itu. Petugas berlindung ke depot air isi ulang. Kemudian petugas kembali ke rumah sakit, setelah jenazah dibawa oleh mobil ambulan menuju ke TPU Keputih Surabaya," ujar Joni
Joni mengatakan, jika mengacu pada undang-undang karantina, itu ada sanksinya. Dimana, siapapun yang berbuat sesuatu yang berlawanan dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan penyakit bisa di sanksi. Namun, kata dia, yang lebih disayangkan adalah karena perbuatan tersebut bisa memicu penularan Covid-19.
"Tapi yang kita sayangkan adalah bahwa ini bisa menularkan ke yang lain kalau pemulasarannya tidak tepat. Saya kira ini pelajaran karena Covid-19 ini adalah barang baru sehingga belum diterima kadang-kadang oleh masyarakat," ujar Joni.
Sebelumnya, viral di media sosial sebuah video yang menunjukkan warga Pegirian, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya, Jawa Timur, membawa paksa jenazah pasien Covid-19 dari rumah sakit. Jenazah pasien Covid-19 itu dibawa beserta tempat tidurnya. Keluarga membawa paksa lantaran meyakini pasien yang meninggal bukan karena virus corona.