REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Seorang warga Desa Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan, diserang buaya muara dan menjadi konflik kedua kalinya dalam kurun sepekan terakhir.
Dir Polairud Polda Sumsel, Kombes Pol Yohannes Simardi Widodo, Rabu (10/6), mengatakan korban serangan buaya bernama Yanto (30 tahun) merupakan pencari kerang. Peristiwa serangan terjadi pada Senin sore (8/6) dan hingga Rabu siang (10/6) jasadnya belum kunjung ditemukan.
"Sampai saat ini Polairud Polda Sumsel bersama TNI AL, Basarnas dan masyarakat masih mencari korban, semoga cepat ditemukan," ujarnya.
Serangan bermula saat korban dan rekanya, Karno, bersandar di Pulau Alangan Tikus perairan Sungsang untuk mencuci kerang hasil tangkapan. Ketika mencuci kerang itulah tiba-tiba seekor buaya menerkam kaki Yanto lalu menyeretnya ke dalam sungai.
Karno yang melihat kejadian naas itu tidak dapat berbuat banyak karena panjang buaya diperkirakan lima meter, namun ia segera mencari pertolongan. Selama seharian tim gabungan berupaya mencari jasad korban tetapi tidak kunjung ditemukan sehingga dilanjutkan kembali pada Rabu pagi.
Lokasi kejadian sendiri masih termasuk wilayah Taman Nasional (TN) Sembilang. Kepala Seksi Wilayah II Taman Nasional Sembilang, Affan, mengatakan di lokasi kejadian sudah terpasang papan peringatan lokasi tersebut merupakan habitat buaya. Jarak lokasi dari pemukiman terdekat menempuh waktu perjalanan 45 menit dengan perahu cepat.
"Sebetulnya para nelayan yang biasa menyusuri perairan mengetahui di sana habitat buaya karena kalau lewat sering kelihatan, hanya saja mungkin kadang kurang berhati-hati, sebab dimana ada buaya maka di situ juga biasanya banyak kerang," ujarnya.
Affan telah mengirim tim ke lokasi kejadian untuk melakukan pendataan. Ia membenarkan serangan tersebut menjadi peristiwa kedua kalinya konflik buaya dan manusia dalam sepekan terakhir.
Sebelumnya pada 3 Juni 2020 seorang warga bernama Joni (30) juga diserang dan diseret buaya ke dalam Sungai Sungsang Kabupaten Banyuasin saat mencari daun nipah. Jasadnya baru ditemukan tim gabungan Lanal Palembang - Polairud Sumsel dibantu warga 12 jam kemudian dalam kondisi meninggal.
Affan menduga serangan yang terjadi dalam waktu berdekatan tersebut dipengaruhi faktor tinggi air sungai, cuaca dan musim kawin buaya muara. "Bulan-bulan ini memang musim kawinnya buaya, lalu kondisi udara juga sedang tinggi dan hangat serta kondisi air agak keruh karena akhir-akhir ini sering hujan, itu semua mendukung terjadinya konflik" kata Affan.
Ia mengimbau para pencari kerang, ikan, dan kepiting yang kerap terjun langsung ke sungai agar meningkatkan kewaspadaan dan memperhatikan posisi kantong-kantong buaya muara.