Rabu 10 Jun 2020 16:04 WIB

PT Dinaikkan, Pengamat: Desain Pengekalan Oligarki Partai

Wacana PT dinaikan ini bakal memberengus eksistensi partai-partai kecil.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti.
Foto: Republika/Febryan.A
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terus berjalan. Salah satu wacana yang muncul dalam pembahasannya adalah menaikkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) dari 4 persen menjadi 7 persen. Sontak, wacana menuai polemik, karena akan berpotensi mengekalkan oligarki partai politik (parpol). Tentunya wacana ini bakal memberengus eksistensi partai-partai kecil.

"Saya kira, bukan hanya parpol kecil yang protes. Di berbagai elemen CSO juga sikap yang sama banyak mengemuka. Jelas kenaikan PT ini menuju desain pengekalan oligarki partai dan sekarang menuju oligarki antar partai," ujar pengamat politik, Ray Rangkuti dalam pesan singkatnya Rabu (10/6).

Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) tersebut juga menyebut skenario ini dibuat secara sistematik. Dengan begitu, jika tak dirunut maka skenario ini tak akan terlihat dengan jelas. Padahal, sejak dari Undang-undang pendirian partai politik, skenario pengentalan oligarki partai ini sudah jelas tercipta. Dimulai dari syarat pendirian parpol, yang dibedakan dengan sarat keikutsertaan partai politik dalam pemilu. 

"Keberadaan 100 persen partai di seluruh propinsi dengan 75 persen berada di kabupaten/kota dari seluruh Indonesia menunjukan ketakutan partai lama akan munculnya kekuatan baru sebagai pesaing," ungkap Ray.

Lalu, lanjut Ray, dapil dibuat dengan jumlah kursi yang menguntungkan partai-partai lama. Skenario 3-8 kursi perdapil akan berimplikasi pada perolehan kursi untuk partai-partai besar. Ujungnya ada pada persyaratan PT ini. Jika pilihannya PT sampai 7 persen misalnya, kemungkinan besar partai politik di parlemen tidak akan lebih dari tiga partai politik. 

Strategi ini sebenarnya, kata Ray, karena parpol-parpol lama yang terlanjur besar takut kehilangan suara dan beralihnya pemilih ke parpol baru. Fenomena PSI jelas membuat mereka agak khawatir nasib suara mereka di masa depan. Tanpa prestasi dan kepedulian pada aspirasi publik, tak mustahil mereka akan ditinggalkan pemilih. 

"Dan sebelum itu terjadi, maka dihadanglah kekuatan baru, dan pada saat yang sama mereka tetap bisa eksis tanpa saingan berarti," tutup Ray Rangkuti. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement