Rabu 10 Jun 2020 16:40 WIB

Kemendagri: Rp 9,1 Triliun Anggaran Pilkada Belum Ditransfer

Kemendari mengatakan Rp 9,1 triliun anggaran pilkada belum ditransfer.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
Pilkada (ilustrasi)
Foto: Antara/Embong Salampessy
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Keuda Kemendagri) melaporkan, sebanyak Rp 9,1 triliun anggaran Pilkada 2020 berdasarkan Naskah Perjanjian Dana Hibah (NPHD) belum ditransfer pemerintah daerah ke masing-masing penyelenggara pemilu. Total anggaran pilkada di 270 daerah mencapai Rp 14,98 triliun.

"Angka Rp 14,98 triliun tersebut yang sudah ditransfer kepada penyelenggara itu kurang lebih sekitar Rp 5,8 triliun. Artinya masih ada angka sekitar Rp 9,1 triliun yang belum ditransfer," ujar Dirjen Bina Keuda Kemendagri, Mochamad Ardian dalam diskusi virtual 'Kesiapan Pelaksanaan Pilkada 2020', Rabu (10/6).

Baca Juga

Total anggaran tersebut merupakan hasil kesepakatan NPHD antara pemerintah daerah dan masing-masing Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) daerah, maupun aparat keamanan pada 2019 lalu. Berdasarkan regulasi, pencairannya bisa sekaligus atau dibagi ke tiga tahap yakni 40 persen, 50 persen, dan 10 persen dari nilai NPHD.

Tahap pertama dilakukan 14 hari kerja setelah penandatanganan NPHD. Tahap kedua dilaksanakan paling lambat empat bulan sebelum hari pemungutan suara. Tahap ketiga dicairkan paling lambat satu bulan sebelum hari pencoblosan.

Menurut Ardian, NPHD yang sudah ditransfer sebesar 40 persen cukup untuk mendanai pelaksanaan tahapan pilkada yang dimulai 15 Juni 2020. Akan tetapi, beberapa pemerintah daerah belum memenuhi ketentuan pencairan tahap awal sebanyak 40 persen.

Apabila penyelenggara pilkada termasuk unsur pengamanan menilai anggaran yang ditransfer belum mencukupi, dapat segera mengajukan usulan kepada kepala daerah untuk pencairan tahap lanjutan. Usulan pencairan itu tidak perlu dibarengi dengan laporan pertanggungjawaban atas anggaran sebelumnya.

"Kami berharap apabila memang ternyata beberapa KPU dan Bawaslu di daerah yang masih kurang penganggaran untuk persiapan 15 Juni segera ajukan permohonannya," kata Ardian.

Di sisi lain, Kemendagri melakukan proyeksi terhadap kemampuan keuangan daerah menghadapi Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19. Selain besaran anggaran sesuai NPHD, pemerintah daerah juga perlu memenuhi usulan tambahan anggaran sebagai konsekuensi pelaksanaan pilkada di tengah pandemi.

Mulai dari tahapan lanjutan yang akan dilaksanakan 15 Juni sampai pemungutan suara pada 9 Desember mendatang. Usulan tambahan anggaran yang dibebankan ke anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) masih dibahas antarkementerian, penyelenggara pemilu, dan Komisi II DPR RI.

Pemerintah akan memperhatikan kemampuan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masing-masing terlebih dahulu. Sebab, ada penyesuaian kebutuhan pelaksanaan pilkada yang harus memenuhi standar protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Sementara, kata Ardian, total APBD pascapandemi Covid-19 di 270 daerah turun sekitar Rp 60,6 triliun. Pendapatan asli daerah (PAD) pelaksana pilkada turun sekitar Rp 19,79 triliun dan dana transfer pun turun sekitar Rp 7,56 triliun.

Ardian meminta pemerintah daerah juga dapat menghibahkan barang-barang yang yang terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 seperti alat pelindung diri (APD), masker, hazmat, hand sanitizer, disinfektan, sarung tangan, dan sebagainya. Pemerintah daerah pun dapat meminjamkan hal lainnya seperti gedung atau mobil ambulans kepada penyelenggara pilkada.

"Tidak hanya uang sebenarnya, kita diskusinya di beberapa daerah banyak sekali kondisi di mana barang, dalam hal ini adalah barang-barang . Itu masih ada, dan bisa juga didukung untuk pelaksanaan Pilkada," tutur Ardian.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement