Rabu 10 Jun 2020 17:35 WIB

Kuota tak Diatur, Protokol di Angkutan Harus Ditekankan

Legislator paham upaya pemerintah memerangi Covid-19 tak hanya soal kesehatan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Penumpang kereta rel listrik (KRL) commuter line menunggu kereta di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Selasa (9/6/2020). Kepadatan penumpang terjadi di beberapa stasiun KRL pada penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi fase I, terutama saat jam sibuk mulai pukul 07
Foto: ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA
Penumpang kereta rel listrik (KRL) commuter line menunggu kereta di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Selasa (9/6/2020). Kepadatan penumpang terjadi di beberapa stasiun KRL pada penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi fase I, terutama saat jam sibuk mulai pukul 07

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan Permenhub 41/2020 yang didalamnya menghapus besaran kapasitas angkutan umum. Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi V dari Fraksi Nasdem Syarif Abdullah Alkadrie meminta protokol kesehatan tetap dijalankan.

Ia mengatakan, meskipun besaran kapasitas tak diatur, protokol kesehatan yang telah dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 harus juga diterapkan di kendaraan umum. "Untuk angkutan saya kira protokol kesehatan itu harus dipatuhi," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (10/6).

Baca Juga

Syarif mencontohkan, mestinya ada syarat syarat tertentu bagi pengguna kendaraan umum, misalnya telah melakukan rapid test. Di samping itu, penggunaan masker, jaga jarak dan protokol kesehatan lainnya harus tetap dilakukan.

"Harus ditekankan dan harus ada sanksi yang melanggar, Umpamanya dikeluarkan dari kendaraan. Ini pemerintah harus cari solusi," kata dia.

Ia mengaku memahami upaya pemerintah dalam memerangi Covid-19 tak hanya soal aspek kesehatan. Menjalankan roda perekonomian juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah sehingga transportasi akhirnya diperbolehkan.

Namun, pemerintah juga harus mampu menegakkan protokol kesehatan di masyarakat, termasuk dalam penggunaan angkutan umum. Pemerintah harus menciptakan kesepahaman di masyarakat agar protokol kesehatan tetap terjadi.

"Jangan bersentuhan, harus digunakan protokol yang betul betul aman. Pemerintah tak boleh lepas begitu, tapi pemerintah harus juga memberikan pelayanan dan rasa aman pada masyarakat," ujarnya menegaskan.

Untuk diketahui, penghapusan ketentuan besaran kapasitas penumpang pada moda transportasi umum termuat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 41 Tahun 2020. Peraturan ini merupakan perubahan atas aturan sebelumnya yakni Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 yang mengatur kapasitas penumpang transportasi publik secara spesifik.

Sebelumnya, kapasitas transportasi umum diperbolehkan hanya 50 persen dari kapasitas total. Namun, angka 50 persen itu dihapus dalam aturan terbaru. Bahkan, untuk pesawat udara, Permenhub memperbolehkan kapasitas hingga maksimal 70 persen. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement