Rabu 10 Jun 2020 17:53 WIB

PLN Pastikan tak Ada Kenaikan Tarif Listrik, Ini Alasannya

Yang terjadi adalah peningkatan penggunaan listrik oleh para pelanggan.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Endro Yuwanto
Petugas PLN saat melakukan pengecekan instalasi jaringan listrik di pemukiman padat penduduk (ilustrasi).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas PLN saat melakukan pengecekan instalasi jaringan listrik di pemukiman padat penduduk (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN Persero memastikan tak ada kenaikan tarif listrik dalam perhitungan tagihan rekening listrik pada Juni 2020. Namun yang terjadi karena adanya kenaikan tagihan listrik yang disebabkan peningkatan penggunaan listrik pelanggan.

Kenaikan tagihan pelanggan di antaranya akibat adanya pandemi virus corona (Covid-19) dengan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta bertepatan dengab bulan suci Ramadhan.

Baca Juga

"Masa di rumah saja (work from home) dan bertepatan dengan bulan suci Ramadhan menyebabkan terjadinya lonjakan pemakaian penggunaan listrik. Secara statistik terjadi kecenderungan kenaikan pemakaian oleh pelanggan," ujar Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan, Bob Saril, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (10/6).

Bob mengatakan, perhitungan tagihan listrik terdiri dari dua komponen utama, yakni pemakaian yang dikalikan dengan tarif listrik. PLN pun mendengar dan memahami pelanggan yang mengalami lonjakan pembayaran tagihan listrik. "Namun kami pastikan tidak ada kenaikan tarif, tarif listrik tetap sejak 2017. PLN juga tidak memiliki kewenangan untuk menaikkan tarif listrik," jelas Bob.

PLN juga memastikan tidak melakukan subsidi silang dalam pemberian stimulus Covid-19 kepada pelanggan 450 VA dan 900 VA bersubsidi, karena stimulus diberikan oleh pemerintah. Stimulus Covid-19 murni pemberian pemerintah bukan PLN. "Dan kami tidak bisa melakukan subsidi silang. Kami juga diawasi oleh pemerintah, DPR, BPK, dan BPKP, sehingga tidak mungkin kami melakukan subsidi silang," tegas Bob.

Bob menambahkan, PSBB yang diberlakukan untuk menekan pandemi Covid-19 menyebabkan PLN tidak melakukan pencatatan meter. Sehingga tagihan pada April menggunakan perhitungan rata-rata pemakaian tiga bulan sebelumnya.  "Kemudian, pada April baru 47 persen petugas PLN melakukan pencatatan meter untuk tagihan Mei akibat kebijakan PSBB masih diberlakukan di beberapa daerah," ungkapnya.

Sementara, lanjut Bob, pada Mei hampir 100 persen dari pelanggan didatangi petugas untuk catat meter untuk rekening Juni. Sehingga tagihan rekening bulan juni merupakan tagihan riil ditambah dengan selisih pemakaian bulan sebelumnya, yang dicatat menggunakan rata-rata tiga bulan sebelumnya.

"Penggunaan rata-rata tiga bulan, tidak lain adalah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Penggunaan rata-rata tiga bulan ini juga menjadi standar pencatatan di seluruh dunia ketika petugas tidak dapat melakukan pencatatan meter," terang Bob.

Merespons lonjakan tagihan pembayaran yang terjadi pada pelanggan, lanjut Bob, PLN memberikan solusi melalui kebijakan skema perlindungan lonjakan untuk meringankan pembayaran pelanggan.

Jika pada Juni terjadi kenaikan tagihan lebih dari 20 persen akibat penagihan bulan sebelumnya menggunakan rata-rata tiga bulan terakhir, pelanggan berhak menerima perlindungan lonjakan dengan hanya membayar tagihan Juni ditambah 40 persen dari selisih tagihan bulan sebelumnya saat menggunakan rata-rata pemakaian tiga bulan. "Kemudian 60 persen sisanya dibayar tiga bulan selanjutnya dengan besaran 20 persen setiap bulan," jelas Bob.

Sementara bagi pelanggan yang ingin menyampaikan pengaduan terkait tagihan listrik, PLN mengimbau pelanggan dapat menghubungi contact center PLN 123 yang siap melayani 24 jam atau dengan mengunjungi kantor layanan pelanggan PLN terdekat. "Kami mohon jangan mudah percaya informasi yang sumbernya tidak terpercaya," harap Bob.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement