Kamis 11 Jun 2020 02:33 WIB

Pemerintah Diminta Ikut Jaga Penumpang Kendaraan Umum

Operator transportasi dibebani penambahan biaya untuk menjamin kesehatan penumpang.

Sejumlah bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) terlihat di terminal Bekasi, Jawa Barat (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
Sejumlah bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) terlihat di terminal Bekasi, Jawa Barat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta menjamin aspek kesehatan seiring dengan pelonggaran aturan bertransportasi dalam masa normal baru. Ini agar operator transportasi tidak semakin terbebani.

“Aspek kesehatan seharusnya pemerintah yang menanggung, rapid test gratis, penyediaan hand sanitizer, face shield, agar penumpang tidak lagi terbebani,” kata Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, kepada Antara di Jakarta, Rabu (10/6).

Djoko mengatakan selama ini operator transportasi juga dibebani dengan penambahan biaya untuk menjamin kesehatan calon penumpang. Di sisi lain, pemerintah juga tidak kunjung memberikan subsidi.

“Setidaknya bus-bus di terminal itu disemprot disinfektan, seperti di Semarang, Dishub yang menyemprotkan. Kita kan enggak tahu kapan operator melakukan itu atau tidak,” katanya.

Namun, ia juga menekankan kepada masyarakat untuk patuh dan melaksanakan protokol kesehatan di masa normal baru ini.

Pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan pada tanggal 8 Juni 2020.

PM tersebut menindaklanjuti Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.

Untuk mekanismenya, masing-masing sektor transportasi, baik darat, laut, udara dan kereta api mengatur mekanisme prosedurnya, contohnya untuk udara kapasitas penumpang ditambah menjadi 70 persen yang awalnya 50 persen, kereta api jarak jauh pun demikian dan bertahap menjadi 80 persen serta KRL 35 persen menjadi 45 persen dari kapasitas maksimum.

Djokojuga menyarankan kepada pemerintah untuk mengatur pola kegiatan terutama yang berkaitan dengan transportasi perkotaan.

Caranya, Djoko menjelaskan, dengan mengatur pola kerja kerja dari rumah atau work from home (WFH) dan work from office (WFO) dapat dipadukan, penjadwalan jam kerja, atau menambah kapasitas bus antar jemput di kementerian, lembaga pemerintah dan BUMN dapat dilakukan.

“Menyediakan angkutan bagi karyawan/pegawai bekerja sama dengan perusahaan transportasi umum dapat membantu bisnis perusahaan transportasi umum yang sedang alami menuju titik nadir bisnisnya,” katanya.

Dia menambahkan yang rasional sebenarnya adalah agar bagaimana aktivitas atau kegiatan publik pada masa normal baru dapat dikendalikan intensitasnya tidak sama seperti pada massa sebelum pandemi.

“Hal ini sebenarnya yang menjadi substansi utama dari Keputusan Menteri Kesehatan terkait pedoman untuk masa new normal. Namun seberapa paham dan konsisten publik terhadap ketentuan ini?” ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement