REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menekankan, prinsip utama pungutan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau pajak digital adalah menciptakan keadilan (Fairness), bukan optimalisasi penerimaan. Terlalu fokus pada pendapatan negara justru dikhawatirkan dapat merugikan Indonesia ke depannya.
Pengamat pajak dari CITA Fajry Akbar mengatakan, saat ini, Indonesia memang cenderung menjadi negara konsumen jasa digital. Tapi, melihat potensi yang ada, Indonesia dapat menjadi produsen jasa digital di kemudian hari. "Jangan sampai, kebijakan yang diambil hari ini menjadi bumerang di masa mendatang," katanya dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Rabu (10/6).
Fajry menambahkan, fokus pada penerimaan hanya akan menciptakan dikotomi antara negara produsen dan negara konsumen. Salah satu dampaknya, konsensus atau kesepakatan global justru akan sulit tercapai.
Saat ini, Fajry menambahkan, isu pajak digital bukan lagi sekadar bagaimana mengatasi penghindaran pajak. Isu pemajakan atas digitalisasi ekonomi telah menjadi ajang tarik-menarik antara negara konsumen dengan negara asal perusahan digital.