Kamis 11 Jun 2020 07:38 WIB

Bagaimana Kepolisian Jerman Menangani Isu Rasisme di Kalangan Sendiri?

Kasus George Floyd di AS membuat isu rasisme dan kebrutalan polisi jadi sorotan.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/dpa/B. Marks
picture-alliance/dpa/B. Marks

DW.COM -- Aktivis hak asasi manusia di Jerman kembali menyoroti beberapa kasus kebrutalan polisi yang melibatkan warga kulit hitam. Ada beberapa kasus selama 20 tahun terakhir yang menyorot perhatian. Yang paling banyak diberitakan media adalah kasus tewasnya Oury Jalloh, yang terbakar dalam selnya tahun 2005 di Dessau, negara bagian Sachsen-Anhalt. Tahun 2016, pengungsi asal Irak Hussam Hussein tewas ditembak di luar tempat penampungan pengungsi di Berlin.

"Komunitas Afrika jarang punya pengalaman bahwa polisi ada untuk melindungi mereka," kata Sylvie Nantcha, pendiri dan koordinator Jaringan Afrika Jerman, TANG. "Malah sebaliknya, mereka punya kesan bahwa polisi selalu mencurigai mereka."

Sylvie Nantcha anggota partai konservatif CDU dan pernah menjadi anggota dewan kota di Freiburg, sebagai perempuan pertama asal Afrika. Cerita-cerita tentang rasisme di lembaga kepolisian sudah sering dia dengar.

"Kami tahu, orang-orang kulit hitam lebih sering diperiksa oleh polisi daripada seharusnya," kata dia. "Seorang kolega saya menceritakan, dia satu hari naik kereta dan seorang polisi lewat. Setelah tiba di dekatnya polisi itu mendadak berhenti dan meminta dia menunjukkan kartu identitasnya. Itu sering terjadi."

Tindakan perorangan atau masalah struktural?

Perekrutan dan pendidikan anggota kepolisian di Jerman adalah tanggung jawab masing-masing negara bagian. Demikian juga undang-undang kepolisian. Di beberapa negara bagian, kepolisian sudah merekrut lebih banyak tenaga dengan latar belakang imigran.

Di Berlin baru saja disahkan UU Anti Diskriminasi yang baru, yang juga mengatur otoritas negara termasuk kepolisian. Untuk pertama kalinya ada aturan penuntutan ganti rugi atas tindakan diskrimasi oleh lembaga negara.

Di tingkat federal, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Steve Alter mengatakan, kasus-kasus yang ada adalah “kasus individual” dan bukan masalah di kepolisian secara struktural. "Namun demikian, setiap kasus individual dianggap serius dan termasuk dalam penilaian struktural."

Wakil Ketua Serikat Pekerja Kepolisian GdP, Jörg Radek membantah ada kekerasan rasisme struktural di kepolisian Jerman. Siapa yang menuduh hal itu "menunjukkan kesenjangan serius dalam pengetahuan mereka tentang bagaimana polisi bekerja, atau dari sudut pandang GdP, sedang berusaha mengeksploitasi isu ini untuk tujuan politik mereka."

Tapi mantan perwira polisi Rafael Behr, sekarang guru besar di Akademi Kepolisian Hamburg, punya pendapat lain. "Kasus-kasus yang disebut individual ini makin sering terjadi, sehingga semakin banyak kekhawatiran mengenai kondisi struktural di kelembagaan yang mungkin mendukung kasus-kasus itu," katanya kepada DW.

"Saya tidak mengatakan bahwa polisi Jerman secara institusional rasis, tetapi ada kondisi struktural dan institusional yang tidak menghentikan rasisme," kata Rafael Behr. "Dan tidak mengangkat masalah ini, itulah kelemahan terbesar kepemimpinan polisi Jerman."

Prasangka dan tindakan berlatar belakang rasisme

Sekalipun ada kemungkinan mengajukan pengaduan hukum atas perlakuan dan tindakan sewenang-.wenang polisi, kelompok aktivis kulit hitam mengatakan hal itu sulit dilakukan, karena lembaga peradilan sendiri bias.

"Jaksa penuntut cenderung lebih percaya pada polisi daripada warga negara," kata Tahir Della, juru bicara Initiative of Black People in Germany (ISD) kepada DW. "Kita perlu struktur pengaduan independen, yang bisa melakukan intervensi, dan memanggil orang-orang yang bertanggung jawab. Kita perlu perlindungan dari pelanggaran hak asasi manusia yang rasis. Kalau sekarang, saya harus mengadukan anggota polisi ke kepolisian juga."

Setelah kasus meninggalnya Oury Jalloh, negara bagian Sachsen Anhalt mulai membahas "sikap-sikap dan tindakan yang diarahkan oleh prasangka" di lembaga kepolisian. Materi-materi itu masuk dalam kurikulum pendidikan kepolisian, termasuk "budaya-budaya buruk“ berlatar belakang rasisme.

"Banyak dari kami sekarang adalah warga kulit hitam generasi kedua di sini," kata koordinator Jaringan Afrika Jerman Sylvie Nantcha. "Kami adalah warganegara Jerman. Ini adalah tanah air kami. Warga kulit hitam ingin diakui sebagai bagian dari negara ini. Itu permintaan sederhana kami."

Ben Knight (hp/as)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement