REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bilal bin Rabah terlahir dalam perbudakan. Kondisi tersebut diperparah setelah ia menjadi salah satu orang beriman pertama yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad.
Ayah Bilal adalah seorang budak Arab, sementara ibunya adalah mantan putri Etiopia modern yang juga diperbudak. Bilal bahkan mendapat hukuman dari tuannya karena berpindah ke Islam.
Dia menyeret Bilal di sekitar Makkah, mendorong orang untuk mengejeknya. Dia bahkan mencoba memaksa Bilal meninggalkan imannya dengan meletakkan batu besar di dadanya dan menjepitnya di tanah. Namun, bukannya dari melepaskan keyakinannya, Bilal menunjukkan sikap menentang dan penuh kekuatan teguh menghadapi penganiayaan dan kekerasan.
Terkesan oleh ketabahan Bilal kepada agama Islam, Nabi Muhammad mengirim salah satu teman terdekatnya, Abu Bakar, untuk membayar kebebasan Bilal. Setelah dibebaskan, Bilal menjadi terkenal di komunitas Muslim awal.
Nabi Muhammad menunjuknya melayani masjid dengan menggunakan suaranya yang merdu untuk mengumandangkan adzan. Bilal merupakan pria kulit hitam. Bagi sebagian orang, warna kulitnya membuatnya tidak layak mendapat kehormatan semacam itu.
Pada satu kesempatan, seorang sahabat Nabi, seorang pria bernama Abu Dhar, dengan meremehkan berkata kepada Bilal, "Kamu anak dari perempuan kulit hitam." Hal tersebut langsung mendapat teguran dari Nabi Muhammad.
“Apakah kamu mengejeknya tentang ibunya yang hitam? Masih ada beberapa pengaruh ketidaktahuan dalam dirimu,” ujar Nabi.
Ketidaktahuan yang diidentifikasi oleh Nabi Muhammad berasal dari pandangan sesat bahwa ras seseorang mencerminkan karakter moral atau status sosialnya. Faktanya, pesan Nabi Muhammad tentang kesetaraan ras sangat kontras dengan permusuhan rasial yang lazim di Arab abad ke-7. Para ulama menyebut hal tersebut sebagai jahiliyah, periode sebelum munculnya Islam, masa ketidaktahuan termasuk rasialisme.