REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lintar Satria Zulfikar, Dwina Agustin
Kondisi di Amerika Serikat di tengah aksi protes terhadap kematian George Floyd dan situasi kesehatan akibat Covid-19 masih belum kondusif. Presiden Amerika Serikat Donald Trump tapi sudah mulai kembali menggelar acara pengumpulan dana setelah tiga bulan terhenti. Ia berusaha tetap menggelar kampanye untuk menjaga arus kas demi menghadapi Joe Biden pada bulan November mendatang.
Salah seorang pejabat Partai Republik yang tak disebutkan namanya mengatakan Trump mulai berkeliling dengan memulai perjalanannya dari Dallas untuk mengumpulkan dana lebih dari 10 juta dolar AS dana kampanye. Trump juga akan menggelar acara privat di lapangan golf pribadinya di New Jersey.
Langkah ini dilakukan di momen-momen kritis. Pasalnya kampanye Trump terhenti karena pandemi virus Corona. Perekonomian AS pun terpukul. Unjuk rasa besar yang memprotes ketidakadilan rasial selama beberapa pekan juga mengguncang dukungan terhadapnya. Karena itu ada rasa urgensi untuk segera menambah 250 juta dolar AS dana kampanye yang sudah dimiliki Trump.
"Pasti ada kegembiraan terpendam untuk penggalangan dana tatap muka, pendonor bersemangat mendukung kampanye dan partai kami," kata juru bicara Komite Nasional Partai Republik Michael Ahrens, Kamis (11/6).
Selama pandemi virus corona, tim kampanye Trump dan Partai Republik hanya menggelar acara kampanye virtual. Padahal penggalangan dana tatap muka lebih menguntungkan. Trump berencana untuk terus melakukan penggalangan dana agar arus kas terus mengalir hingga hari pemilihan tiba.
Acara-acara penggalangan dana ini juga menjadi aktivitas politik pertama Trump sejak pandemi. Pada bulan ini Trump juga berencana mulai menggelar kembali acara-acara kampanye.
Sebelumnya Trump mengatakan acara kampanye pertama akan digelar di Tulsa, Oklahoma pekan ini lalu disusul Florida, Texas dan Arizona. Negara-negara bagian yang dikuasai partai Republik dan melonggarkan pembatasan sosial lebih dulu.
Trump kembali mengumpulkan dana setelah aliran ke arus kasnya berkurang selama pandemi. Pada bulan April ini ia hanya mengumpulkan 61,7 juta dolar dan hanya sedikit memimpin dari Biden yang berhasil mengumpulkan 60 juta dolar bersama Komite Nasional Demokrat.
Perolehan Biden pada bulan April lebih mengesankan karena pada bulan itu ia belum menandatangani perjanjian penggalangan dana dengan Komite Nasional Demokrat. Langkah yang kini membuatnya dapat menerima bantuan besar dari pendonor kaya hingga 600 ribu dolar.
"Setelah melihat dukungan terhadapnya terus menurun dari pekan ke pekan, sekarang di tengah lonjakan virus corona di Texas, Donald Trump menempatkan pendukungnya dalam bahaya," kata juru bicara Biden, TJ Ducklo, dilansir dari AP.
Trump, dikutip dari CNN, berencana mengumpulkan pendukungnya pekan depan di Oklahoma dan di empat negara bagian lainnya. Padahal di daerah-daerah tersebut infeksi Covid-19 masih terus terjadi.
Sejumlah negara bagian di Amerika juga sudah merencanakan pembukaan kembali aktivitas ketika Amerika sebetulnya belum keluar dari jeratan Covid-19. Health Institute Harvard memperkirakan Amerika Serikat mungkin akan menghadapi 200 ribu kematian karena virus corona pada September. Jumlah tersebut dapat terjadi ketika pemerintah tidak memberikan tindakan drastis.
"Bahkan jika kita tidak memiliki kasus yang meningkat, bahkan jika kita menjaga keadaan tetap datar, masuk akal untuk berharap bahwa kita akan mencapai 200 ribu kematian sekitar bulan September," kata Kepala Global Health Institute Harvard, Ashish Jha.
Jha mengatakan, jumlah kematian akan terus meningkat, terlebih lagi mempertimbangkan pelonggaran yang terus dilakukan beberapa negara bagian. Padahal, jumlah kasus di negara ini telah mencapai angka 2 juta kasus pada Rabu.
"Dan itu baru sampai September. Pandemi tidak akan berakhir pada bulan September," ujar Jha memprediksi virus corona akan bertahan lebih lama di negara tersebut.
Total kematian yang berhubungan dengan virus korona berjumlah 112.754 pada Rabu dan menjadi yang terbesar di dunia. Jha mengatakan, hal itu terkait langsung dengan fakta bahwa AS adalah satu-satunya negara besar yang dibuka kembali tanpa membawa pertumbuhan kasusnya ke tingkat yang terkendali.
Hingga saat ini, tingkat orang yang melakukan tes positif untuk virus korona tetap pada 5 persen atau lebih rendah selama setidaknya 14 hari. Jha mengatakan, kematian itu bukan takdir yang diterima begitu saja, karena dapat dicegah dengan meningkatkan pengujian dan pelacakan kontak, jarak sosial yang ketat, dan penggunaan masker yang tersebar luas.
Beberapa negara bagian AS telah melihat kasus virus corona melonjak dalam beberapa hari terakhir. Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran besar di antara Jha dan para ahli lainnya yang mengatakan pihak berwenang melonggarkan pembatasan terlalu dini.
Laporan Reuters menyatakan, New Mexico, Utah, dan Arizona masing-masing melaporkan jumlah kasus meningkat sebesar 40 persen per pekan pada minggu ini. Wilayah Florida dan Arkansas juga menjadi titik pusat penyebaran virus pula.
Sebagian dari peningkatan ini karena lebih banyak pengujian, yang mencapai rekor tertinggi di 545.690 tes dalam satu hari pada Jumat (5/6). Namun, setelah itu pengujian kembali mengalami penurunan.
Terlebih lagi, penambahan jumlah kemungkinan merupakan hasil dari lebih banyak warga melakukan perjalan dan melanjutkan beberapa kegiatan bisnis serta sosial. Demonstrasi menggugat kematian George Floyd di tangan anggota polisi pun tidak bisa dihindari karena memancing kerumunan.
Para ahli khawatir bahwa protes, tanpa jarak sosial dapat menyebabkan lonjakan lain dalam kasus-kasus. Namun, Wakil Presiden Mike Pence mengatakan, tidak melihat tanda-tanda itu karena mereka yang turun ke jalan menggunakan masker dan tetap melakukan jarak sosial.
"Yang dapat saya katakan adalah bahwa, pada titik ini, kami tidak melihat peningkatan dalam kasus-kasus baru sekarang, hampir dua minggu sejak protes pertama mulai berlaku," kata Pence.