REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette selaku dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan dituntut satu tahun penjara. Jaksa menilai, keduanya terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat.
Menanggapi tuntutan terhadap dua penyerangnya, Novel Baswedan tak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Novel mengaku, sudah menduga sidang perkara teror yang dialaminya pada 11 April 2017 silam, hanyalah formalitas.
"Memang hal itu (tuntutan ringan sudah lama saya duga, bahkan ketika masih diproses sidik dan awal sidang," ungkap Novel saat dikonfirmasi, Kamis (11/6).
Novel pun mengaku, miris dan malu dengan kebobrokan hukum yang ditampilkan dalam perkara penyerangan dirinya tersebit. Karena, tuntutan jaksa yang 'hanya' setahun pidana penjara sangat keterlaluan.
Menurutnya, tuntutan terhadap Rahmat Kadir dan Ronny Bugis merupakan suatu kebobrokan proses penegakan hukum yang dipertontonkan.
"Memang hal itu sangat keterlaluan. Karena suatu kebobrokan yang dipertontonkan dengan vulgar tanpa sungkan atau malu," tutur Novel.
"Selain marah, saya juga miris karena itu menjadi ukuran fakta sebegitu rusaknya hukum di Indonesia. Lalu bagaimana masyarkaat bisa menggapai keadilan?
Sedangkan pemerintah tak pernah terdengar suaranya (abai)," ucap Novel.
Dalam tuntutan, kedua terdakwa atau para penyerang Novel tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat dari Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Karena, para terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan. Tapi di luar dugaan ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi.
Dalam surat tuntutan disebutkan kedua terdakwa yaitu Ronny Bugis bersama-sama dengan Rahmat Kadi Mahulette tidak suka atau membenci Novel Baswedan. Keduanya menganggap Novel telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Seperti kacang lupa pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK, padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ungkap jaksa.
Akibat perbuatan keduanya Novel mengalami penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan, kerusakan pada selaput bening (kornea) mata kanan dan kiri yang berpotensi menyebabkan kebutaan atau hilangnya panca indera penglihatan.
Visum tertanggal 24 April 2017 yang dikeluarkan oleh Rumah sakit Mitra Keluarga menerangkan bahwa pada pemeriksaan terhadap laki-laki berusia 40 tahun ini, ditemukan luka bakar derajat satu dan dua, seluas dua persen (pada dahi, pipi kanan dan kiri, batang hidung, kelopak mata kanan dan kiri) dan luka bakar derajat tiga pada selaput bening (kornea) mata kanan dan kiri, akibat berkontak dengan bahan yang bersifat asam. Nilai pH cairan di permukaan bola mata yang bersifat netral da basa (tidka asam), menunjukkan bahwa telah dilakukan pembilasan kedua bola mata dengan air sebelum dilakukan pemeriksaan.
"Derajat luka yang pasti belum dapat ditentukan karena pengobatan terhadap korban belum selesai. Akan tetapi, pada saat ini dapat ditentukan bahwa setidaknya cidera tersebut telah menyebabkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencarian sementara waktu. Adanya kerusakan pada selaput bening (kornea) mata kanan dan kiri, dalam beberapa waktu ke depan punya potensi menyebabkan kebutaan atau hilangnya panca indera penglihatan," ungkap jaksa.