REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Pemerintah Australia memperingatkan para pendukung gerakan Black Lives Matter bahwa mereka dapat didenda atau ditangkap. Ancaman ini dapat diterapkan ketika demonstrasi melanggar pembatasan virus Corona untuk ikut serta dalam protes.
"Kami akan mulai menulis denda 1.000 dolar Australia dan kami dapat menggunakan semua kekuatan kami untuk menggerakkan orang. Jika kamu tidak pindah, maka kamu akan ditangkap," ujar Komisaris Polisi New South Wales, Mick Fuller.
Perdana Menteri, Scott Morrison, mengatakan, demonstrasi akhir pekan di Sydney, Melbourne, dan kota-kota lain yang menarik puluhan ribu orang telah menunda rencana untuk lebih melonggarkan pembatasan jarak sosial. "Kami sebenarnya tidak tahu sekarang apakah demonstrasi itu pada akhir pekan mungkin telah menyebabkan penyebaran wabah," kata Morrison kepada 2GB Radio.
Pejabat negara bagian Victoria mengkonfirmasi bahwa satu dari delapan kasus baru Covid-19 yang dilaporkan adalah pria yang menghadiri rapat umum akhir pekan Melbourne. Para pejabat mengatakan, pria itu tidak mungkin tertular penyakit di sana, tetapi berpotensi menularkan juga pada saat itu.
Gerakan Black Lives Matter telah memfokuskan kembali perhatian warga Australia pada penganiayaan terhadap penduduk asli Australia. Kasus yang kembali diangkat termasuk kematian Aborigin dalam tahanan.
Morrison menolak seruan untuk menghapus patung-patung pemimpin kulit putih, termasuk salah satu perdana menteri pertama negara itu, Edmund Barton, yang terletak di dekat situs pemakaman Aborigin. Barton memainkan peran kunci dalam menyusun konstitusi nasional yang meniadakan hak-hak Aborigin.
PM Australia ini mengatakan, motif awal para pemrotes adalah menekankan keadilan. Namun, tuntutan untuk memindahkan patung-patung itu sekarang didorong oleh agenda politik.