REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Musisi Inggris Paul McCartney mengkritik industri hiburan Italia terkait kebijakan ganti rugi tiket konsernya. Dia menuding penyelenggara acara tidak adil kepada para calon penonton karena pengembalian dana tiket konser tidak berupa uang, melainkan voucher.
"Sangat keterlaluan bahwa mereka yang telah membayar tiket tidak mendapatkan uangnya kembali. Tanpa penggemar, tidak akan ada hiburan langsung," demikian bunyi sebuah unggahan di halaman Facebook resmi McCartney di Italia, yang ditulis dalam bahasa Italia.
Pernyataan itu menyebutkan pula bahwa McCartney dan manajemen sangat tidak setuju dan benar-benar kecewa dengan kebijakan yang diambil. Dia membandingkan kondisi tersebut dengan negara lain yang harusnya dikunjungi musim panas ini, di mana semua memberi ganti rugi uang tunai.
Pekan ini, McCartney seharusnya tampil di Kota Napoli dan Lucca. Akibat pandemi Covid-19, jadwal konser tersebut dibatalkan sejak bulan lalu. Asosiasi promotor resmi Italia, Assomusica, mengumumkan bahwa refund konser berbentuk voucher, yang segera memicu kemarahan daring.
Salah satu penggemar membuat cicitan Twitter, "Paul, tolong kami!". Sebagian lain merasa dirugikan karena tidak bisa berjumpa idolanya akibat pembatalan konser Italia, ditambah dengan pelenyelenggara yang menolak mengembalikan uang mereka, dan semua itu terjadi di tengah pandemi.
Kebijakan pengembalian dana berupa voucher secara resmi ditetapkan oleh pemerintah Italia, dengan rekomendasi dari Assomusica. Uang hasil penjualan tiket dari konser Paul McCartney sepanjang Mei dan Juni 2020 dipegang dan dikelola sepenuhnya oleh promotor D’allessando e Galli.
Pihak promotor membela kebijakan soal voucher dengan alasan sistem itu merupakan cara terbaik guna membantu industri hiburan live semasa pandemi. Menurut promotor, wajar jika McCartney dan para staf tidak bisa menerima formula pembayaran itu, tetapi meminta melihat dalam lingkup luas.
Bagaimanapun, pemerintah Italia harus menangani krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dan harus mempertimbangkan keseimbangan dalam industri. Terutama, dalam industri musik live yang mengimbas sekitar 400 ribu pekerja yang sebagian besar berisiko tidak bisa bekerja selama setahun.
"Kami berkomitmen pada 2021 untuk memulihkan hampir semua pertunjukan yang semula dijadwalkan pada 2020. Kami akan menawarkan pilihan (konser) yang lebih luas bagi mereka yang harus menghabiskan voucher setelah pembatalan konser," kata D’allessando e Galli, dikutip dari laman Variety, Kamis (11/6).