Jumat 12 Jun 2020 09:50 WIB

Aneksasi Tepi Barat Timbulkan Perpecahan di Internal Israel

Parlemen dan publik Israel terpecah menanggapi rencana aneksasi Tepi Barat.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Israel berencana mencaplok wilayah Tepi Barat. Tampak permukiman Maale Michmash yang dibangun Israel di Tepi Barat.
Foto: Majdi Mohammed/AP
Israel berencana mencaplok wilayah Tepi Barat. Tampak permukiman Maale Michmash yang dibangun Israel di Tepi Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pemerintah Israel akan membahas rancangan undang-undang (RUU) aneksasi wilayah Tepi Barat yang diduduki. Inisiatif itu tidak hanya membuat rakyat Palestina marah, namun juga menyebabkan gesekan internal dan memecah belah publik Israel.

Dilansir Sputnik News, sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Institut Demokrasi Israel menunjukkan, 50 persen responden mendukung gagasan penerapan kedaulatan atas bagian-bagian Tepi Barat. Sekitar 31 persen menyatakan tidak setuju dengan langkah tersebut, sementara 19 persen mengatakan mereka belum memutuskannya. Perpecahan terhadap rencana pencaplokan Tepi Barat juga terjadi di parlemen Israel, Knesset.

Baca Juga

Partai Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Likud merupakan kekuatan utama di balik rencana aneksasi Tepi Barat. Ada suara-suara di dalam Likud yang menyatakan tidak sepakat dengan proposal perdamaian yang diluncurkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada akhir Januari lalu. Dalam proposal perdamaian itu mengusulkan agar Israel mengklaim sekitar sepertiga wilayah Tepi Barat.

Salah satu tokoh partai Likud yang paling vokal adalah walikota Dewan Regional Lembah Jordan, David El Hayani. Sebelumnya, dia mendukung keputusan untuk memperluas kedaulatan Israel di wilayah Tepi Barat. Namun di sisi lain, dia juga memperingatkan bahwa keputusan tersebut akan membuka jalan bagi terciptanya negara Palestina yang merdeka, dan membahayakan keamanan Israel.

Sebuah jajak pendapat pada 2018 mengungkapkan, 31 persen pendukung Likud mendukung aneksasi Tepi Barat. Sementara, 50 persen memilih jalan untuk mencari solusi politik untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Temuan serupa juga terjadi dalam survei pada 2019. Hanya 36 responden yang mendukung keputusan untuk mencaplok wilayah Tepi Barat.

Pihak lain yang mendorong aneksasi Tepi Barat adalah Benny Gantz dari partai Biru dan Putih yang merupakan pesaing Netanyahu. Awalnya, partai ini menolak insiatif aneksasi dan menyatakan bahawa perpanjangan kedaulatan Israel hanya dapat diterapkan setelah komunitas internasional memberikan lampu hijau. Partai tersebut juga khawatir mengenai dampak politis dan ekonomi yang muncul dari rencana aneksasi itu.

Namun, dalam pembicaraan koalisi dengan Likud, kedua belah pihak berhasil mengesampingkan perbedaan mereka menandatangani perjanjian. Partai Biru dan Putih akan mendukung Netanyahu menerapkan hukum Israel di wilayah tertentu di Tepi Barat. Agar RUU aneksasi Tepi Barat dapat menjadi undang-udang, kedua partai membutuhkan persetujuan lebih dari 61 anggota parlemen. Inilah sebabnya mengapa kemungkinan Netanyahu dan Gantz akan bergantung pada mitra koalisi mereka untuk mendorong RUU tersebut. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement