Jumat 12 Jun 2020 13:38 WIB

Prinsip Pelestarian Lingkungan Ala Rasulullah 14 Abad Silam

Rasulullah SAW meletakkan prinsip pelestarian lingkungan berkesinambungan.

Rasulullah SAW meletakkan prinsip pelestarian lingkungan berkesinambungan.  Menikmati Sunrise
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Rasulullah SAW meletakkan prinsip pelestarian lingkungan berkesinambungan. Menikmati Sunrise

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof Syihabuddin Qalyubi*

 

Baca Juga

Bencana selalu meninggalkan kesedihan, penderitaan, dan kerugian. Beberapa tahun terakhir ini bangsa Indonesia disibukkan dengan berbagai bencana, mulai Sunami Aceh, Gempa Yogya Pangandaran, Lombok, Palu, dan kota lainnya. 

Di samping itu bencana diakibatkan banjir, kebakaran hutan dan kekeringan sering melanda berbagai daerah. Oleh karena itu, Covid-19 yang sedang mendera dunia selama beberapa bulan ini jangan sampai membuat bangsa ini lalai akan bencana-bencana serupa yang mungkin saja akan terjadi lagi. 

Ilmu pengetahuan telah menjelaskan tentang beberapa faktor yang menyebabkan bencana itu, diantaranya kekurangpekaan manusia terhadap lingkungan hidupnya. Lingkungan dan manusia terjalin demikian eratnya, antara yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Karena alam raya ini diciptakan Allah SWT dalam bentuk yang sangat serasi dan selaras bagi kepentingan manusia (QS  Al-Mulk [67]: 3-4).

Keberadaan alam dan seluruh benda (benda yang terkandung di dalamnya) merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Secara keseluruhan saling membutuhkan.   

Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 

Alam dan segala di dalamnya seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, termasuk manusia dan benda mati yang ada di sekitarnya, serta kekuatan alam lainnya, seperti angin, udara dan iklim hakikatnya adalah bagian dari kerberadaan alam yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia.   

Manusia tidak bisa lepas dari udara, tanah, dan air. Ketika udara, tanah dan air yang dijadikan sebagai tumpuan hidup makhluk hidup di bumi telah mengalami polusi, sehingga tidak dapat dikendalikan lagi, maka unsur-unsur yang ada di dalamnya pun dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang mengkonsumsinya. Sehingga akan terikat di dalam aliran darah dan inilah yang memicu munculnya berbagai penyakit.  

Rasulullah SAW dalam berbagai haditsnya banyak memberi pedoman tentang penataan lingkungan hidup, agar bisa terjaga kelestariannya. Beberapa pedoman itu antara lain terangkum dalam prinsip berikut:  

 

Penggunaan air 

Hampir dalam kegiatan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari air, demikian pula dalam kegiatan peribadatan, misalnya yang berkaitan dengan hadats kecil (berwudlu) dan hadats besar (mandi besar karena janabah) mesti menggunakan air. Oleh karenanya penggunaan air yang efektif dan efisien harus sangat diperhatikan.

Dari Anas bin Malik RA, beliau mengatakan: 

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ، وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ، إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ

“Nabi SAW berwudhu dengan satu mud (air) dan mandi dengan satu sha’ sampai lima mud (air)” (HR Bukhari no 198 dan Muslim no 325). 

Nabi Muhammad SAW mencontohkan penghematan air. Beliau berwudhu dengan satu mud air, satu mud kurang lebih setengah liter, dan mandi cukup dengan satu sha sampai lima mud air. Satu sha seukuran empat mud. Para ulama berbeda pendapat tentang cara mempraktikkan wudhu dan mandi sebagaimana  dipraktikkan Rasulullah SAW. 

Tapi yang paling penting yang bisa diambil pelajaran dari hadits tersebut bahwa Rasulullah SAW memberi pelajaran kepada umatnya agar berhemat dalam penggunaan air, penghematan bukan sewaktu berwudhu saja, tetapi juga dalam kegiatan manusia sehari-hari. Karena pemborosan air bisa mengakibatkan banjir di musim hujan dan di saat kemarau akan terjadi kekeringan. 

photo
Wudhu (ilustrasi) - (Tahta Aidilla/Republika)

Di samping itu, penggunaan air juga harus memperhatikan aspek kesehatan sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:  

لا يبولن أحدكم في الماء الدائم الذي لا يجري، ثم يغتسل فيه))، وقال مسلم: ((ثم يغتسل منه))؛ متفق عليه

“Janganlah seorang pun di antara kamu buang air kecil di air tergenang yang tidak mengalir dan kemudian mandi di dalamnya. (HR Al Bukhari, No 236, dan Muslim No 57). 

Imam As Shan’ani dalam Subul al-Salam berpendapat: “yang sesuai dengan kaidah bahasa Arab bahwa yang dilarang di dalam hadits adalah menggabungkan (kencing kemudian mandi sekaligus), karena kata ثم (kemudian) tidak memberikan makna sebagaimana yang diberikan wawu ‘athof (= dan), kata ثم memberikan makna gabungan dan berurutan (kencing kemudian mandi sekaligus di dalam air yang sama). 

Tetapi menurut riwayat Abu Dawud: larangan itu mencakup dari masing-masing (kencing saja atau mandi saja) di air yang tidak mengalir, karena  kencing atau mandi dalam air yang tidak mengalir menyebabkan air tercemar kotor dan bisa mengakibatkan sakit pada badan dan menjijikkan bagi orang lain.   

 

Pengelolaan tanah 

Rasulullah SAW sangat menganjurkan menghidupkan tanah yang mati atau sekarang dikenal dengan istilah reboisasi:  

عن هشام بن عروة ، عن أبيه ، أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال : من أحيا أرضا ميتة فهي له ، وليس لعرق ظالم حق ( الترميذي: 1378)

Dari Hisyam bin ‘Urwah dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa menghidupkan tanah yang mati maka tanah itu (menjadi) miliknya. Dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim dengan menanaminya (HR at-Tirmidzi, No. 1378)

photo
Ilustrasi area sawah menjelang panen - ()

Tanah mati atau tanah terlantar adalah tanah yang tidak tampak padanya telah berlangsung kepemilikan seseorang. Jadi tidak tampak di situ bekas sesuatu berupa pagar, taman, bangunan atau semacam itu. Tidak ada pemilik tanah itu dan tidak ada yang memanfaatkannya. Untuk proses kepemilkan atas tanah mati atau tanah terlantar di wilayah Indonesia perlu merujuk  Kepada Undang Undang Pokok Agraria  (UUPA) dan PP No 11 Tahun 2010 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. 

Namun yang menjadi perhatian dalam kesempatan ini, bahwa betapa Rasulullah SAW sangat memperhatikan tanah, jangan sampai ada tanah yang mati atau terlantar. Semua tanah harus dimanfaatkan dan diberdayakan sehingga tanah itu menjadi subur.  

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement