Sabtu 13 Jun 2020 02:23 WIB

Indonesia tak Bisa Dibandingkan dengan Korea Malaysia

Setiap negara dipandang memiliki ancaman epidemiologi berbeda.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Indira Rezkisari
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan penanganan Covid-19 di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Malaysia dan Korea.
Foto: @BNPB_Indonesia
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan penanganan Covid-19 di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Malaysia dan Korea.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah merasa Indonesia tak bisa dibandingkan secara langsung dengan negara-negara seperti Korea Selatan, Malaysia, dan Vietnam terkait penanganan Covid-19. Perbandingan yang dimaksud adalah angka tes Covid-19 per satu juta penduduk di Indonesia yang masih rendah ketimbang perbandingan tes per 1 juta penduduk di negara-negara tersebut.

Pemerintah sendiri tidak menjelaskan berapa angka perbandingan tes Covid-19 per 1 juta penduduk di Indonesia. Namun, berdasarkan rilis terbaru Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, jumlah spesimen yang selesai diperiksa sampai saat ini sebanyak 478.953 unit.

Baca Juga

Dengan mengacu pada data di Worldometers bahwa jumlah penduduk Indonesia sebanyak 273 juta, maka perbandingan tes Covid-19 per 1 juta penduduk Indonesia bisa dihitung sebesar kurang lebih 1.752 tes (per 1 juta penduduk).

"Dari jumlah spesimen yang kita update, kita bisa melihat bahwa kalau dihitung jumlah orang yang dites, kalau kita hitung seluruh angka nasional per 1 juta penduduk masih sedikit nilainya. Tapi kita pahami bersma bahwa setiap daerah memiliki ancaman epidemiologi berbeda," ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, Jumat (12/6).

Menurutnya, Indonesia memiliki karakteristik negara kepulauan yang tentu saja berbeda dengan negara-negara lain yang wilayahnya didominasi daratan. Belum lagi, ujarnya, sebaran kepadatan penduduk di Indonesia yang beragam antara satu pulau dengan pulau lainnya.

"Kita tahu negara kita kepulauan, ini menjadi barier terkait risiko ancaman pandemi. Sehingga tidak memiliki ancaman yang sama dari satu pulau lain dan satu komunitas dengan lainnya," kata Yurianto.

Hal-hal tersebut lah yang menurut Yurianto membuat Indonesia tidak bisa dibandingkan secara langsung dengan negara seperti Korea Selatan, Malaysia, bahkan Vietnam dalam penanganan Covid-19. Alasannya, negara-negara tersebut wilayahnya didominasi daratan sehingga situasinya berbeda dengan Indonesia.

"Misalnya Korea, yang merupakan negara daratan. Tes per 1 juta penduduk 28.810. Kalau Malaysia, 19.120. Kalau Vietnam 2.827," ujar Yurianto.

Penanganan Covid-19 di Tanah Air, menurut Yurianto, lebih tepat apabila dibedah secara spesifik per daerah. Provinsi DKI Jakarta misalnya, yang menurut catatan pemerintah telah melakukan pemeriksaan per 1 juta penduduknya hingga 17.954. Bila merujuk pada DKI Jakarta saja, maka Indonesia tidak kalah jauh dibanding Korea Selatan atau Malaysia.

"Artinya angka ini tidak mengesankan bahwa kita tidak tangani dengan baik. Tidak mungkin seluruh wilayah Tanah Air dengan wilayah kepulauan luas kita analogikan dengan negara yang hanya satu daratan, dengan penduduk lebih sedikit dibanding Indonesia," jelas Yurianto.

Jika merujuk pada provinsi-provinsi episentrum, Yurianto mengklaim bahwa pemerintah telah melakukan hal yang sama dengan negara-negara seperti Korea Selatan atau Malaysia, yakni melakukan pemeriksaan dalam jumlah banyak. Selanjutnya, ujar Yurianto, pemerintah akan menerapkan apa yang sudah dilakukan di DKI Jakarta di provinsi lain yang angka kasusnya masih tinggi.

"Tapi bagaimana kita tangani daerah dengan ancaman epidemi tinggi, sebenarnya kita sudah melakukan hal yang sama dengan mereka. Kita terus mengitung potensi ancaman daerah yang memiliki karakteristik yang sama dengan DKI. Misalnya, Surabaya Makassar," katanya.

Namun Yurianto baru mengambil DKI Jakarta sebagai percontohan di Indonesia. Ia tidak menjelaskan dengan perkembangan tes Covid-19 di provinsi lain dengan angka penambahan kasus yang cukup signifikan, seperti Jawa Timur, Sulawesi Selatan, atau Kalimantan Selatan.

"Tidak mungkin kita bandingkan secara langsung negara kita yang luas dan kepulauan serta kepadatan dan sebaran yang tak merata, dengan negara yang berupa satu daratan dengan penduduk relatif sedikit," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement