REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendukung adanya rencana pemberian relaksasi dan anggaran insentif bagi tenaga pengajar di pesantren. Hal tersebut guna mendukung persiapan pembukaan kembali sekolah pesantren di era normal baru pandemik Covid-19.
"Sangat setuju, bahkan sejak pertengahan Mei PPP selalu mendorong pemerintah memerhatikan pelaksanaan pendidikan di pesantren selama pandemi," ujar Sekretaris Fraksi PPP di DPR Achmad Baidowi kepada Republika.co.id, Jumat (12/6).
Pemerintah juga diminta untuk memfasilitasi pesantren untuk menghadapi era normal baru. Pasalnya, sejumlah pesantren memiliki fasilitas yang minim untuk menerapkan protokol pencegahan Covid-19.
"Sudah tepat apabila difasilitasi oleh pemerintah. Sebab sejak pandemi Covid-19 pengajaran di pesantren terhenti, sementara pendidikan umum dilakukan melaui online," ujar Baidowi.
Meski begitu, ia mengungkapkan bahwa sejumlah pesantren sudah memulai pembelajaran. Mereka secara mendiri telah mempersiapkan protokol pencegahan Covid-19 jelang tahun ajaran baru.
"Sejumlah pesantren di Jatim sudah beraktifitas. Bahkan dipelopori kegiatan pesantren tangguh, tinggal pemerintah membantu peningkatan infrastruktur kesehatan," ujar Baidowi.
Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf mendukung adanya relaksasi dan anggaran untuk pesantren. Namun, ia meminta Kementerian Agama untuk menyerahkan keputusan untuk buka atau tidaknya ke pengurus pesantren.
Menurutnya, penanganan virus Covid-19 oleh pemerintah tidak maksimal sejak awal pandemi. Sehingga, alangkah baiknya keputusan tersebut diserahkan kepada pesantren.
"Maka pesantren khususnya dan juga sekolah keagamaan biarkanlah mereka berijtihad sesuai dengan lingkungannya. Mereka paling tahu masalah ini," ujar Bukhori.
Pemerintah juga diminta untuk lebih aktif dalam mensosialisasikan bahaya dari Covid-19. Agar protokol pencegahan selama pembelajaran nanti dapat diterapkan dengan baik oleh pesantren.
"Harus disadarkan betul tentang bahaya terhadap wabah ini dan tingkat penyebaran masih begitu sangat leluasa. Ini juga harus taat protokol kesehatan," ujar Bukhori.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR Cucun Ahmad Syamsurijal, meminta pemerintah juga membentuk skema normal baru di pesantren. Sebab, kehidupan pesantren yang komunal dapat menjadi tempat penyebaran virus Covid-19.
Untuk itu, pemerintah dapat menyiapkan sarana dan prasarana yang lebih baik untuk ponpes. Tes masal Covid-19 untuk para santri dan pengajar juga diharapkannya dapat dilakukan.
“Banyak sarana di pesantren yang kondisinya seadanya, di sini pemerintah bisa melakukan edukasi dan menyiapkan berbagai sarana pesantren agar lebih baik," ujar Cucun.
Ia juga berharap pemerintah melakukan alokasi anggaran khusus untuk pembukaan pesantren di Indonesia. Sebab dari pesantren, kata Cucun, lahir sumber daya manusia yang unggul, baik secara intelektual maupun spiritual.
“Saya telah menitipkan pesan kepada Menteri Keuangan Ibu Sri Mulayani agar disampaikan kepada Presiden Jokowi jika anggaran untuk pembukaan kembali pesantren di Indonesia bisa masuk dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 54/2020 terkait Pemulihan Ekonomi Nasional," ujar Cucun.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan Pemerintah sedang merumuskan anggaran untuk pemberian insentif bagi tenaga pengajar di pesantren dalam rangka persiapan pembukaan kembali sekolah pesantren di era normal baru pandemik Covid-19.
Rencana pemberian insentif bagi para ustaz dan ustazah tersebut menjadi bagian dari permintaan Wapres Ma'ruf Amin agar pondok pesantren mendapatkan anggaran dari Pemerintah pusat dalam rangka persiapan pembukaan kembali kegiatan belajar dan mengajar secara tatap muka.
Anggaran tersebut nantinya akan digunakan untuk menyediakan perlengkapan kesehatan menuju tatanan baru, seperti penyediaan alat tes cepat (rapid test) untuk para santri, instalasi sanitasi, pengadaan set alat pencuci tangan, perbaikan tempat wudhu serta penambahan ruang tidur di pondok pesantren.
"Kebanyakan sarana dan prasarana asrama pesantren masih sangat minim, di samping tidak memiliki standar baku perbandingan jumlah santri dan luas kamar tidur. Bahkan ada yang mestinya cuma lima orang tapi diisi 10 orang. Dengan kondisi tersebut akan sangat sulit menerapkan social distancing," ujarnya menjelaskan.