Jumat 12 Jun 2020 21:27 WIB

Kasus Novel, Pakar: Semoga Hakim Punya Hati Nurani

Seharusnya seorang jaksa menjadi pembela kebenaran hakiki untuk korban.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ilham Tirta
Penyidik KPK Novel Baswedan (kedua kanan) selaku korban berbincang dengan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (30/4/2020). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi
Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Penyidik KPK Novel Baswedan (kedua kanan) selaku korban berbincang dengan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (30/4/2020). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Legal Culture Institute (LeCI), M Rizqi Azmi menilai tuntutan satu tahun terhadap pelaku penyiraman air keras ke penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan sangatlah tidak tepat. Pakar hukum itu berharap agar majelis hakim mengabaikan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dan menjatuhkan vonis seadil-adilnya.

"Semoga majelis hakim memutuskan kasus ini seadil-adilnya dengan hati nurani dan mata batin sebagai 'utusan keadilan' dan memulihkan kepercayaan rakyat terhadap penegakan hukum," kata Rizqi Azmi kepada Republika.co.id, Jumat (12/6).

Menurut Rizqi, seharusnya seorang jaksa menjadi pembela kebenaran hakiki terhadap seorang korban tindak pidana. Terlebih korbannya adalah orang yang luar biasa karena tugasnya sebagai penyidik pemberantas korupsi sebagai extra ordinary crime.

"Sehingga kerja-kerja jaksa juga harus extra effort law enforcement (berusaha keras dalam penegakan hukum," kata dia.