Jumat 12 Jun 2020 22:43 WIB

Intensif Pesantren Rp 2,3 Triliun, Dewan: Terlalu Kecil

Dana intensif untuk pesantren Rp 2.3 triliun dinilai terlalu kecil.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Wakil Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menilai ana intensif untuk pesantren Rp 2.3 triliun terlalu kecil.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menilai ana intensif untuk pesantren Rp 2.3 triliun terlalu kecil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dana intensif sebesar Rp 2,3 Triliun yang direncanakan untuk membantu pondok pesantren dinilai masih terlalu kecil. 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, mengatakan idealnya pemerintah menganggarkan bantuan itu sebesar Rp 25 triliun. "Iya idealnya Rp 25 triliun bukan 2,5 ya kalau bisa Rp 23 Triliun," kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (12/6).    

Baca Juga

Meski demikian, kata dia, Fraksi PKB di Komisi VIII menyampaikan terimakasih kepada pemerintah yang telah mau mendengarkan masukan-masukan dari DPR untuk membantu Pondokan Pesantren. Meski demikian rencana bantuan sebesar Rp 2,3 Triliun itu belum cukup untuk membantu seluruh pesantren yang ada.  

"Tentu kita mengucapkan terima kasih sudah disuarakan. Cuma kalau menganggarkan yang memadailah Rp 2,5 Triliun itu untuk rapid test, untuk masuk kembali ke asrama aja seluruh Indonesia sudah habis," ujarnya.  

Marwan mengatakan, belajar di pesantren dengan belajar di sekolah biasa itu berbeda. Menurutnya, belajar atau transfer ilmu yang diterapkan selama pandemi melalui online itu tidak cukup bagi murid-murid yang ada di pondok pesantren. "Jadi kita menganggap bukan hanya transfer knowledge, tapi ada pembentukan karakter," katanya.  

Marwan mengatakan pembentukan karakter bagi murid-murid yang ada di dalam Pesantren itu melalui belajar tetap muka dengan guru untuk mengambil keberkahan dari guru ustadz dan kiyainya. Jadi bagi murid-murid di Pesantren belajar itu selain untuk menambah ilmu juga mengambil keberkahan dengan khidmat kepada guru.

"Pembentukan karakter itu disebut kadang-kadang itu ada barokah. Barokah berguru, barokah berkiai, jadi karakter itu terbentuk ketika berhadapan dengan kiainya," katanya.

Maka dari itu Marwan bersama fraksi-fraksi lain yang ada di Komisi VIII mendorong pemerintah agar memfasilitasi santriwan dan santriwati untuk segera kembali ke Pondok Pesantrennya masing-masing. 

Tentunya semua harus tetap memperhatikan kesehatan dan keselamatan masing-masing karena masih terjadi pandemi Covid-19. "Untuk itu layaklah pemerintah memfasilitasi, baik pemulangan dalam hal memastikan sehat masuk ke dalam, kemudian selama berada di asrama itu dijaga dan dirawat kesehatannya," katanya.

Selain itu pemerintah juga harus memperhatikan para guru, para pengasuh ponpes untuk tetap menjaga kesehatannya, dengan cara memberikan insentif, agar mereka tetap berada di dalam Pesantren. Karena, kalau para pengajarnya bebas keluar masuk pesantren bisa rawan terkena virus dan menularkan kepada para santrinya.

"Kalau keluar takutnya membawa virus lagi, karena itu insentif bagi guru-guru tetap berada di lingkungan Pondok. Maka dari itu angka Rp 2,3 triliun itu ya kecil sekali," katanya.

Untuk itu Marwan berharap ada pemikiran ulang dari pemerintah untuk menghitung lebih detail kebutuhan untuk bantuan pesantren. Dia mendorong pemerintah dalam membantu Pesantren itu tidak berhenti di angka Rp 2,3 triliun tapi bisa ditambah lagi jumlahnya.  

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement