Ahad 14 Jun 2020 00:17 WIB

Iran Tolak Laporan PBB Soal Serangan ke Arab Saudi

PBB rilis laporan rudal yang menyerang fasilitas minyak Arab Saudi berasal dari Iran.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nur Aini
Juru bicara militer Arab Saudi Kolonel Turki al-Malki menunjukkan puing yang ia sebut rudal jelajah dan drone Iran yang digunakan menyerang fasilitas minyak Saudi di Riyadh, Arab Saudi, Rabu (18/9).
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Juru bicara militer Arab Saudi Kolonel Turki al-Malki menunjukkan puing yang ia sebut rudal jelajah dan drone Iran yang digunakan menyerang fasilitas minyak Saudi di Riyadh, Arab Saudi, Rabu (18/9).

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran menolak laporan PBB pada Jumat (12/6) yang mengatakan rudal jelajahnya digunakan dalam serangan ke fasilitas minyak Arab Saudi dan bandara internasional tahun lalu. Iran menyebut laporan itu berada di bawah pengaruh Amerika Serikat dan Arab Saudi.

"Republik Islam Iran dengan tegas menolak tuduhan Sekretariat PBB, yang jelas berada di bawah tekanan politik dari AS dan rezim Saudi, dan menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas penyalahgunaan Sekretariat PBB untuk tujuan politik," demikian pernyataan tertulis dari Kementerian Luar Negeri Iran, dilansir di Anadolu Agency, Sabtu (13/6).

Baca Juga

Serangan yang dilancarkan pada 2019 menargetkan fasilitas minyak Saudi di Afif pada Mei, bandara internasional di Abha pada Juni dan Agustus, dan fasilitas pemrosesan minyak raksasa Saudi Aramco di Khurais dan Abqaiq pada September. Dalam laporan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang diserahkan ke Dewan Keamanan PBB pada Kamis, disebutkan bahwa Sekretariat menilai rudal jelajah dan atau bagian-bagiannya yang digunakan dalam empat serangan itu berasal dari Iran.

Kemenlu Iran menambahkan, bahwa laporan Sekretariat PBB tersebut bertepatan dengan rencana destruktif AS yang tercermin dalam rancangan resolusi berbahaya yang membuka jalan bagi perpanjangan embargo senjata terhadap Iran secara ilegal. Menurut Kemenlu Iran, yang lebih mengejutkan adalah isi dari laporan tersebut digunakan oleh AS dua pekan sebelum rilis resminya.

Selanjutnya, Iran menyebut bahwa laporan itu dipersiapkan di bawah arahan dari AS dan akan digunakan dalam upayanya dalam Dewan Keamanan untuk melawan Iran. Karena itu, Iran lantas mendesak petinggi PBB agar tidak bergerak dalam skenario AS yang disebutnya telah direncanakan sebelumnya untuk mencegah pencabutan pembatasan senjata terhadap Iran. Iran juga mendesak PBB untuk tidak membantu menyalahi Negara dalam proses ilegal dengan peredaran dari laporan yang diberlakukan itu.

Hubungan antara AS dan Iran berada pada taraf puncak seputar sanksi tersebut. Presiden AS Donald Trump menyalahkan Iran atas serangkaian serangan di wilayah Saudi. Ketegangan meningkat antara kedua negara ini sejak Mei 2018, tatkala Trump menarik diri dari pakta nuklir dunia 2015.

Sejak itu, Trump memulai kampanye untuk membatalkan kesepakatan 2015, termasuk penerapan kembali sanksi terhadap minyak mentah Iran yang dicabut sebagai bagian dari perjanjian. Trump juga bertekad untuk memperluas dan memperkuat embargo terhadap Iran.

Sebelumnya, Iran pada Rabu menyerukan agar Rusia dan China menolak desakan Washington untuk memperpanjang embargo senjata yang diberlakukan PBB. Embargo senjata itu akan berakhir pada Oktober mendatang di bawah perjanjian nuklir Teheran dengan enam kekuatan dunia pada 2015. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement