REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Dua diplomat senior Rusia dilaporkan akan mengunjungi Istanbul pada Ahad (14/6) waktu setempat. Rencana kehadiran bertujuan untuk mengadakan pembicaraan dengan pejabat Turki menyoal situasi di Libya.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu akan membahas Libya dan potensi gencatan senjata di Libya dengan mitra Turki Mevlut Cavusoglu dan Hulusi Akar. Hal itu dikabarkan oleh CNN Turk, dan media Turki TRT Haber yang juga mengatakan bahwa para menteri akan membahas situasi di Suriah.
Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune mengatakan konflik Libya tidak memiliki solusi militer. Oleh karenanya negaranya siap untuk membantu mengakhiri konflik di sana.
"Solusi untuk Libya tidak bisa militer," kata Tebboune, menurut sebuah pernyataan resmi seperti dikutip laman TRT World, Ahad.
"Aljazair berdiri dengan saling percaya dari semua pihak dan siap membantu mengakhiri krisis," ujarnya menambahkan.
Libya mengalami kekacauan setelah pembunuhan Muamar Gaddafi selama pemberontakan 2011. Negara Afrika Utara yang kaya minyak itu kini terpecah antara dua administrasi pemerintah saingan di negara bagian timur dan barat, Goverment of National Accord (GNA) yang diakui PBB, dan Jenderal Khalifa Haftar dan pasukan yang ia pimpin yakni Libyan National Army (LNA) yang masing-masing didukung oleh milisi yang saling bersaing memperebutkan kekuasaan setelah kejatuhan Gaddafi.
Haftar sejak tahun lalu berusaha untuk mendapatkan kendali atas barat dengan melawan GNA dalam upaya yang gagal untuk merebut Tripoli. GNA telah diserang oleh pasukan Haftar sejak April 2019, dengan lebih dari 1.000 tewas dalam kekerasan.
Pada Maret, pemerintah Libya yang diakui PBB meluncurkan Operation Peace Storm untuk melawan serangan di ibu kota dan baru-baru ini mendapatkan kembali lokasi strategis, termasuk pangkalan udara Al-Watiya dan kota Tarhuna, yang dipandang sebagai pukulan signifikan bagi pasukan Haftar. LNA didukung oleh Uni Emirat Arab, Mesir, dan Rusia sementara GNA didukung Turki.