REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha menilai Keberadaan Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang pembubaran PKI dan larangan ajaran Komunisme/Marxism di seluruh wilayah Indonesia telah bersifat final sebagai Tap MPR yang wajib dipertahankan. Sebagai Pimpinan Badan Sosialisasi MPR RI, ia mengaku telah mempelajari secara seksama risalah sidang MPR tanggal 7 Agustus 2003 sebelum dan saat diputuskan.
"Tidak ada seorang pun yang menyampaikan sanggahan dan atau keberatan, termasuk dari Fraksi PDI Perjuangan sebanyak 154 anggotanya dan 58 orang Fraksi PPP, Presiden saat itu Ibu Megawati Soekarno Putri dari PDIP dan Wapresnya Bapak Hamzah Haz," kata Syaifullah, Ahad (14/6).
Politikus PPP tersebut mengaku telah menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Pimpinan MPR yang dipimpin oleh Bapak Bambang Soesetyo dan 9 Wakil Ketua MPR pada hari Rabu, (3/6) lalu. Dalam rapat tersebut disepakati bahwa Pimpinan MPR menugaskan kepada Badan Kajian MPR untuk mencermati, membahas dan memutuskan perlu ada atau tidaknya RUU HIP tersebut.
"Saya berharap dan seyakin-yakinnya Badan Kajian MPR pasti akan memperhatikan sangat memperhatikan aspirasi publik, baik MUI, Para Veteran Perjuangan Kemerdekaan dan para purnawirawan TNI," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR tersebut sepakat bahwa TAP MPRS tentang larangan PKI tetap menjadi pedoman dalam berpancasila. Karena itu, ia mengungkapkan isu pembahasan RUU HIP yang dihubungkan dengan kebangkitan PKI perlu disikapi secara rasional dan konstitusional.