REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII) mendukung sikap Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Menurut DDII, yang lebih penting untuk dilakukan saat ini adalah pembangunan mensejahterakan rakyat.
Ketua Umum DDII, KH Mohammad Siddik menyampaikan, dalam konferensi pers pada Jumat lalu Mayor Jenderal (Purn) Soekarno sebagai Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri menyatakan pengangkatan RUU HIP ini sangat tendensius. Karena terkait dengan upaya menciptakan kekacauan serta menghidupkan kembali PKI.
Dewan Da'wah juga berpendapat tidak ada lagi urgensi membahas substansi Pancasila. Sebab, Pancasila sudah selesai oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPU-PKI) dan Panitia Sembilan yang mewakili semua golongan pada tahun 1945.
"Dewan Da'wah juga tidak bisa menerima usaha pengkerdilan Pancasila dengan memerasnya menjadi Trisila dan Ekasila. Sehingga menghilangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, idea yang diucapkan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945," kata KH Siddik kepada Republika, Ahad (14/6).
Ia menyampaikan, ide Bung Karno itu tidak pernah menjadi konsideran ataupun keputusan dalam perumusan Pancasila. Panitia Sembilan bahkan pernah sepakat dengan perumusan Pancasila sebagaimana yang termaktub dalam Mukaddimah UUD 1945, sebagai konsensus nasional. Ini dikuatkan lagi dengan Dekrit 5 Juli 1959 ketika Presiden Soekarno membubarkan Majelis Konstituante hasil Pemilu 1955 dan mengumumkan NKRI kembali ke UUD 1945.
Namun, dengan pengorbanan dan kebesaran hati umat Islam menerima perumusan Pancasila pada 18 Agustus 1945. Kebesaran jiwa umat Islam menerima formulasi Pancasila seperti yang sekarang disebut oleh mantan Menteri Agama RI Jenderal Alamsyah Perwiranegara sebagai sumbangan terbesar umat Islam.
Menurutnya, membicarakan substansi Pancasila setelah 75 tahun kemerdekaan RI berpotensi menimbulkan kekacauan dalam kehidupan berbangsa dan ketatanegaraan Indonesia. "Justru akan membuka luka lama yang bisa menimbulkan turbulensi sosial seperti yang disinggung oleh Forum Purnawirawan TNI-Polri," ujarnya.
Dewan Da'wah juga mengkritisi beberapa jabatan utama di beberapa lembaga negara yang diisi orang-orang yang diragukan kesetiaannya kepada Pancasila. Bahkan ada yang mempertentangkan agama dengan Pancasila. Jelas hal seperti ini hanya akan menambah turbulensi dalam kehidupan sosial dan kenegaraan.
Sekretaris Umum DDII, Ustaz Avid Solihin menambahkan, sehubungan dengan RUU HIP, dengan argumentasi yang sangat detail pada 5 Juni 2020, Dewan Da'wah telah membuat pernyataan menolak RUU HIP. Penolakan ini sejalan dengan desakan Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri.
"Yang diperlukan dan mendesak sekarang ini adalah melaksanakan tata kelola kenegeraan yang mencakup semua aspek sosial, ekonomi politik dan kebudayaan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang sudah mengakomodir nilai-nilai moral dan spiritual bangsa Indonesia," ujarnya.
Ustaz Avid mengatakan, pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 secara murni Insya Allah akan membawa Indonesia kepada kemakmuran dan kejayaan yang diridhoi Allah SWT. Untuk ini pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang tegas serta adil bagi semua tanpa pilih kasih sangat krusial menuju impian bangsa Indonesia.
Bagi sebagian besar bangsa Indonesia, kesejahteraan dan kepemilikan sumber-sumber alamnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan masih merupakan impian. Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang dianugerahkan oleh Allah untuk negeri ini, sebagian besarnya masih dinikmati oleh pihak asing.
"Rakyat kita hanya menjadi pekerja yang marginal. Inilah prioritas utama bangsa kita dan tidak membiarkan sinyalemen Bung Karno bahwa Indonesia adalah bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa, a nation of coolies dan a cooly among the nations," jelasnya.
Ia menyampaikan, demikian pernyataan DDII untuk menjaga kestabilan dan ketenteraman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Serta mengarahkan pemerintah dan semuanya kepada prioritas pembangunan kesejahteraan rakyat.