Senin 15 Jun 2020 06:16 WIB

'Fintech yang Dapat Verifikasi Data Wajib Berizin OJK'

Finteh wajib menjaga kerahasiaan dan tidak boleh menyimpan data kependudukan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Friska Yolandha
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan fintech yang memiliki akses verifikasi data adalah yang berizin OJK.
Foto: Republika
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan fintech yang memiliki akses verifikasi data adalah yang berizin OJK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membantah telah memberikan akses data kependudukan kepada sejumlah perusahaan layanan pinjaman online. Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrullah mengatakan, Kemendagri tidak memberikan data kependudukan, tetapi memberi hak akses verifikasi data.

Hak akses itu tidak diberikan ke sembarang perusahaan. Zudan mengatakan, perusahaan yang bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil juga harus memenuhi persyaratan dan tata cara untuk bisa mendapatkan hak akses verifikasi data kependudukan. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan, salah satu persyaratan adalah surat keterangan izin usaha dan adanya rekomendasi tertulis Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Saat ini, ada 13 perusahaan yang bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri. Tiga di antaranya bergerak di bidang penyedia jasa pinjaman online (fintech peer to peer lending).

Ia mengatakan, ketiga perusahaan fintech peer to peer lending yang mendapatkan hak akses verifikasi data kependudukan ini telah mendapatkan izin untuk beroperasi beserta rekomendasi tertulis dari lembaga negara yang berwenang, yaitu OJK. "Apabila belum memiliki izin dari OJK maka tidak akan diberikan kerja sama," kata Zudan dalam keterangan tertulis, Senin (15/6). 

Selain itu, setiap perusahaan yang bekerja sama wajib menjaga kerahasiaan data kependudukan. "Dalam setiap perjanjian Kerjasama selalu dituangkan kewajiban untuk menjamin kerahasiaan, keutuhan dan kebenaran data serta tidak dilakukannya penyimpanan data kependudukan," katanya.

Ketiga perusahaan pinjaman yang telah bekerja sama ialah PT Pendanaan Teknologi Nusa (Pendanaan.com), PT Digital Alpha Indonesia (UangTeman) dan PT Ammana Fintek Syariah (Ammana). Menurutnya, pemberian hak akses verifikasi data dilakukan untuk mencegah kejahatan dalam proses peminjaman layanan online. Sebab industri fintech memiliki risiko tinggi pinjaman fiktif lantaran proses identifikasi konsumen dilakukan secara jarak jauh, pemanfaatan data kependudukan, NIK dan KTP-el ini merupakan suatu kemajuan besar.

"Dengan kerja sama ini akan dapat mencegah kejahatan, mencegah data masyarakat tidak digunakan orang lain dan mencegah kerugian yang lebih besar dari lembaga fintech karena peminjam menggunakan data orang lain," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement