Senin 15 Jun 2020 10:48 WIB
Islam

Islam dan Rasisme: Dari Bilal Hingga Christopher Columbus

Kisah perlawanan rasisme di awal ajaran Islam hingga robohnya patung Colombus

Patung Christopher Columbus di Boston yang kepalanya dipenggal.
Foto: cnn.com
Patung Christopher Columbus di Boston yang kepalanya dipenggal.

REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Dari awal sejarah Islam, Islam memandang penuh bahwa perbedaan warna kulit, suku bangsa, jenis kelamin manusia itu hal biasa. Bahkan ada ayat Alquran yang sangat terkenal mengenai persamaan manusia yang kurang lebih berbunyi bahwa manusia itu terdiri dari suku-suku, bahasa, warna kulit, perempuan-lelaki, atau semua hal yang lain yang berbeda. Islam di sini mengajarkan semua perbedaan itu tak menjadi soal karena yang dipandang dihadapan Allah hanya sisi ketakwaan belaka.

Kisah yang paling legendaris soal rasisme di Islam adalah soal adanya seorang lelaki bernama Bilal al-Habsyi atau Bilal bin Riyah atau juga Ibnu Rabah,  yang hidup sekitar sekitar tahun 580–640 Masehi. Dia adalah adalah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (sekarang Ethopia) yang masuk Islam ketika masih diperbudak. Maka dari nama ini dia dikenal sebutan Bilal al-Habsyi itu.

Bagi Bilal yang seorang kulit hitam dan berstatus seorang budak tentu menjadi Islam kala itu merupakan beban yang berlipat-lipat. Saat itu ajaran Islam dimusuhi orang elite di Makkah. Bahkan nabi Muhammad seakan menjadi musuh bersama mereka karena dianggap mengganggu eksistensi mereka di kawasan itu. Seperti Abu Jahal yang masih kerabat nabi sendiri misalnya terang-terangan mengaku tak mau memeluk Islam bukannya karena ajaran tak benar, tapi lebih karena menganggap ajaran ini menjadi ancaman bagi posisinya sebagai elite Quraisy. Juga paman nabi sendiri, ABu Thalib, yang meski tidak memeluk Islam dan tak menghalangi penyebaran Islam, tampak enggan masuk Islam salah satunya karena dirinya juga termasuk elite Makkah.

Maka praktis, ajaran Islam pada awal sebgaian besar diikuti kalangan biasa atau hanya dipeluk sangat kecil dari kalangan elite. Nabi Muhammad sempat mengistilahkan pada awal Islam Islam datang layaknya sesuatu yang asing dan nanti diakhir zaman Islam sebelum kiamat Islam akan menjadi ajaran yang dianggap asing pula.

Maka bisa dibayangkan beban lelaki berkulit hitam sekaligus budak yang bernama Bilal ini. Pilihannya memeluk Islam membuat majikannya mengamuk. Dia disiksa, dipukuli pakai cambuk, dan dijemur di tengah padang pasir yang panas. Dan ini dilakukan berulang-ulang karena Bilal tetap teguh kepada kepercayaan barunya. Ketika disiksa Bilal tak mengeluh.Mulutnya terus menyebut kalimat 'Ahad, Ahad, Ahad'. Dan tetap berkata dia percaya nabi Muhammad sebagai Rasulullah.

Penyiksaan Bilal sempat terdengar oleh seorang sahabat nabi, Abu Bakar. Dia meminta agar sang majikan menghentikan penyiksaan. Sang majikan setuju asalkan status budak Bilal ditebus dengan sejumlah uang sebagai pertanda Bilal menjadi orang merdeka. Abu Bakar pun sepakat dan ia kemudian membayar uang tebusan itu. Bilal kini menjadi orang bebas.

Setelah bebas, Bilal makin dekat kepada ajaran Islam. Bahkan dia bergaul begitu akrab dengan keluarganya. Anak-anak Rasullah sangat dekat kepadanya apalagi Bilal punya kemampuan dan tugas khusus dari Nabi Muhammad sebagai pelantun suara adzan (muadzin). Hubungan Bilal dan Nabi Muhammad Saw sangat akrab.

Akrabnya hubungan Bilal yang berkulit hitam ini dalam sebuah riwayat sampai masa setelah Rasullah wafat. Keluarga nabi sempat kebingungan karena begitu Rasulullah wafat Bilal seakan menghilang, bahkan tak ada di Madinah. Mereka merasa kehilangan Bilal karena pada saat terakhir shalat berjamaah bersama Rasullah, Bilal-ah yang diminta langsung untuk mengumandangkan adzan.

Dan setelah dicari-cari oleh ternyata Bilal menyendiri di luar kota Madinah. Ketika ditanya mengapa bersikap seperti itu, Bilal mengatakan hatinya hampa karena sudah tidak ada lagi Rasullah.''Saya sedih menyendiri karena Rasullah wafat. Rasanya sepi sekali,'' katanya.

Mendengat pernyataan ini, kedua anak Rasullah menangis terharu. Bilal kemudian dibujuknya pulang. Dan sesampai di rumah Rasullah yang sekarang berada di kawasan Masjid Nabawi, Bilal kemudian diminta mengalunkan adzan ketika waktu shalat tiba.

Nah, ketika terdengar suara mengumandangkan adzab, warga madinah terkejut. Mereka yang tengah asyik berdagang dan menjalankan aktivitas  keseharian lainnya segera ke Masjid Nabawi untuk shalat sekaligus melihat Bilal yang sudah pulang. Mereka semua terharu mendengar alunan suara adzan yang merdu dan khas. Bilal yang berkulit hitam dan pernah menjadi budak ternyata dikemudian hari menjadi manusia layaknya bermata karena iman, sikap, dan suaranya.

                    

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement