Senin 15 Jun 2020 15:19 WIB

RUU HIP, Muhammadiyah: Lebih Berat Jalankan Ajaran Pancasila

Muhammadiyah memandang, sebaiknya semua pihak fokus jalankan ajaran Pancasila secara

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kedua kiri) bersama Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/3/2020).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kedua kiri) bersama Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/3/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah menanggapi kontroversi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP). PP Muhammadiyah memandang, sebaiknya semua pihak fokus menjalankan ajaran Pancasila secara nyata.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menekankan, RUU HIP sebagai dalih penguatan kedudukan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), tidak tepat. BPIP sudah pantas dibentuk lewat Keputusan Presiden nomor 7/2018. Sehingga sebagai Badan yang bertugas membantu Presiden, kedudukan BPIP tidak perlu ditetapkan dengan UU secara khusus.

"Agenda terberat yang sangat penting dan prioritas ialah menjalankan Pancasila secara nyata dalam seluruh aspek kehidupan disertai keteladanan para pejabat negara dan ketaatan warga bangsa," kata Haedar dalam keterangan pers yang diterima Republika, Senin (15/6).

Haedar mengingatkan, peneguhan dan pengamalan Pancasila pada perangkat Perundang-undangan yang kontroversial justru menjauhkan diri dari implementasi Pancasila.

Apalagi dalam pandemi Covid-19 ini diperlukan keamanan dan persatuan. Menurutnya, yang sangat penting dilakukan ialah mengamalkan Pancasila dalam kehidupan pribadi, berbangsa, dan bernegara.

"Seluruh institusi kenegaraan di eksekutif, legislatif, yudikatif dan lembaga-lembaga resmi pemerintahan lainnya semestinya berkonsentrasi penuh dan saling bersinergi menangani pandemi Covid-19 dan segala dampaknya secara serius dan optimal," tegas Haedar.

PP Muhammadiyah mendesak DPR lebih sensitif dan akomodatif terhadap aspirasi terbesar masyarakat yang menolak RUU HIP. DPR diharapkan tidak memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU HIP untuk kepentingan kelompok tertentu.

"DPR maupun pemerintah dengan kewenangan yang dimilikinya memang secara politik dapat menetapkan atau memutuskan apapun dengan mengabaikan aspirasi publik. Tetapi politik demokrasi juga meniscayakan checks and balances serta agregasi aspirasi dan kepentingan rakyat," ujar Haedar.

"Secara moral segala bentuk kekuasaan harus ditunaikan dengan benar dan amanah karena bagi orang yang Berketuhanan Yang Maha Esa serta beragama semua amanat harus dipertanggungjawabkan," pungkas Haedar.

Diketahui, RUU HIP sedang dalam pembahasan di Badan Legislatif DPR. Berdasarkan pengkajian tahap pertama Tim Pimpinan Pusat Muhammadiyah, materi RUU HIP banyak yang bertentangan dengan UUD 1945 dan sejumlah Undang-undang, terutama Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpendapat RUU HIP tidak terlalu urgen dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya untuk disahkan menjadi Undang-undang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement