Senin 15 Jun 2020 20:39 WIB

Menjawab Kebutuhan Belajar di Era New Normal

Pemerintah belum menjawab masalah utama belajar dari rumah.

Dua orang guru membagikan buku laporan kenaikan kelas (rapor) kepada wali murid secara Drive Thru di Sekolah Islam Al Bayan, Tangerang, Banten, Senin (15/6/2020). Pemerintah sudah memutuskan, sekolah hanya boleh dibuka di zona hijau Covid-19.
Foto: ANTARA/Muhammad Iqbal
Dua orang guru membagikan buku laporan kenaikan kelas (rapor) kepada wali murid secara Drive Thru di Sekolah Islam Al Bayan, Tangerang, Banten, Senin (15/6/2020). Pemerintah sudah memutuskan, sekolah hanya boleh dibuka di zona hijau Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Indira Rezkisari, Inas Widyanuratikah, Arif Satrio Nugroho, Antara

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang membolehkan sekolah buka hanya di zona hijau, atau sekitar enam persen dari total sekolah di Indonesia, mungkin melegakan hati orang tua murid. Setidaknya orang tua bisa bernapas lega karena risiko kesehatan anaknya bisa lebih terjamin bila belajar dari rumah.

Baca Juga

Selama keputusan tersebut belum keluar banyak orang tua yang bimbang. Apakah lebih baik memindahkan anaknya sekolah dengan metode home schooling atau sekolah daring seperti yang sudah dilakukan beberapa bulan terakhir ini.

Bila murid di level SD ke atas umumnya memutuskan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, hal yang sama kurang berlaku untuk murid Pendidikan Usia Dini (PAUD) atau TK. Banyak orang tua murid usia dini menilai anaknya lebih baik cuti sekolah dulu.

Pemilik Sekolah TK Kirana di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Dian Hartiningsih, melihat ada penurunan jumlah murid di sekolahnya di tahun ajaran baru nanti. "Beda-beda tiap kelas ada yang drop 50 persen, ada yang tidak sampai, ada yang lebih," katanya, Senin (15/6).

Keputusan pemerintah yang baru membolehkan murid PAUD kembali ke sekolah lima bulan setelah wilayahnya tembus zona hijau dipandang Dian bisa jadi membuat murid TK belum tentu sekolah secara fisik di sekolah pada tahun ini. Padahal Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) paling sulit diterapkan ke anak usia PAUD.

"Anak usia PAUD itu pelajaran terbaik yang sifatnya hands on atau diberikan langsung. Memberikan worksheet bagi anak PAUD sebenarnya tidak efektif," kata Dian.

Tapi di era pandemi Covid-19, Dian mengatakan sekolah harus bersifat fleksibel. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar secara tidak kaku. Artinya, sekolah harus lebih memahami kebutuhan tiap anak dan orang tua harus memiliki komitmen membantu anak belajar.

"Orang tua harus ingat, pendidikan anak adalah investasi. Mengesampingkan pendidikan anak sedari PAUD bisa jadi berdampak ke depannya, puluhan tahun dari sekarang," kata Dian.

Dian berharap pemerintah juga melakukan penyesuaian kurikulum. "Harus bisa fleksibel, karena sekolah dari rumah itu berat bagi semua. Orang tua, murid, juga guru," ujarnya lagi.

Kendala utama sekolah jarak jauh adalah akses internet dan kuota datanya. Dian juga berharap pemerintah cepat mencari solusi bagi kendala tersebut.

"Di Jakarta saja banyak guru yang kalau mau ngajar harus cari sinyal dulu yang bagus. Sementara kalau mengajar anak usia PAUD, guru kehilangan sinyal anak sudah bisa telanjur kehilangan mood," sambungnya.

Penguatan terhadap guru disebut Dian tidak kalah penting. Sebab tidak semua guru mampu beradaptasi dengan cepat dan efektif.

Ikatan Guru Indonesia (IGI) menanggapi keputusan bersama empat menteri terkait panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran dan tahun akademik baru di masa pandemi Covid-19. Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim menilai, keputusan tersebut belum menyentuh masalah utama yang dihadapi selama tiga bulan belajar di rumah.

"Memang ada hal baik, bahwa pemerintah tidak memaksakan tatap muka. Tetapi, tentu saja solusi lebih baik jauh lebih diharapkan," kata Ramli, Senin (15/6).

Ia menyinggung tidak adanya agenda khusus terkait menyiapkan guru agar mampu menjalankan PJJ secara menyenangkan dan berkualitas. Selain itu, juga tidak ada langkah-langkah konkret Kemendikbud dan Kemenag dalam memberikan solusi terhadap minimnya kemampuan guru dalam melaksanakan PJJ.

Ramli mengatakan, Kemendikbud memang telah mengeluarkan pedoman pembelajaran jarak jauh. Namun, secara teknis, ia menilainya masih tidak jelas bagaimana pelaksanaannya di lapangan.

"Karena hampir dipastikan, dominan pembelajaran tanpa tatap muka, maka Kemendikbud dan Kemenag harusnya lebih rinci membahas solusinya dalam PJJ lengkap dan solusi atas semua masalah dalam tiga bulan PJJ," kata dia lagi.

Ia juga mempertanyakan apa yang akan dilakukan Kemendikbud terhadap lebih dari 60 persen guru yang tidak memiliki kemampuan penguasaan teknologi. Bagaimana pula nasib guru yang menyelenggarakan PJJ namun membuat siswa merasa kesulitan.

"Bagaimana aturan penyelenggaran PJJ, berapa waktu belajarnya dan bagaimana pengaturannya, hingga kini tak ada yang mengerti," kata Ramli menegaskan.

Peta kebutuhan pendidikan disebut Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda penting dibuat di era pandemi seperti ini. Peta akan membantu pemerintah memenuhi kebutuhan sekolah dalam masa new normal.

"Peta kebutuhan ini menyangkut berapa banyak sekolah yang belum mempunyai infrastruktur terhadap akses internet sementara pembelajaran jarak jauh harus tetap dilaksanaka," kata Syaiful dalam Webinar yang diselenggarakan Kemendikbud, Senin (15/6).

Peta kebutuhan pendidikan ini, kata dia, menyangkut soal berapa banyak sekolah yang belum mampu mengadakan kesehatan untuk menerapkan protokol kesehatan di sekolah. Terlebih, sekolah itu termasuk dalam zona hijau yang pada konteks ini dana BOS tidak dimungkinkan dalam pengadaan alkes.

"Bantuan perlu terhadap sekolah dan kampus tidak bisa melaksanakan penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh," ujar dia.

Syaiful juga menyebut, banyak sekolah swasta yang kolaps karena menghadapi pandemi Covid ini. Di luar skema BOS, Kemendikbud diminta mengeluarkan kebijakan khusus termasuk berkolaborasi dengan pemda pemda untuk memberikan uluran tangan terhadap kampus swasta yang mengalami kolaps ini.

"Kami mendorong Kemendikbud secara regular proaktif terus konsolidasi dan kolaborasi dengan pemda melalui dinas pendidikan karena yang memiliki otoritas dan fungsi pendidikan di daerah," ujar Syaiful menegaskan.

Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Sartono mengatakan pembelajaran tatap muka diprioritaskan di zona hijau yang tidak ada kasus Covid-19, yang dimulai secara bertahap mulai dari SMA.

"Pembelajaran tatap muka diprioritaskan pada zona hijau yang dimulai dari jenjang SLTA sederajat, SLTP sederajat dan disusul kemudian jenjang SD dan PAUD," kata Agus dalam konferensi pers virtual Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tahun Ajaran dan Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19, Jakarta, Senin.

Pemerintah telah memutuskan bahwa tahun ajaran baru 2020/2021 tetap dimulai pada Juli 2020. Agus menuturkan selama masa pandemi Covid-19, proses pembelajaran di satuan pendidikan mengalami perubahan di antaranya belajar dalam jaringan.

"Perubahan ini menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan memanfaatkan teknologi sehingga masyarakat tetap dapat belajar apa saja kapan saja dan di mana pun mereka berada," ujarnya.

Agus mengatakan prinsip pelaksanaan pembelajaran tatap muka adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan bagi semua warga satuan pendidikan. Dia mengatakan dimulainya pembelajaran tatap muka pada satuan pendidikan harus mengacu pada rekomendasi dari pemerintah daerah, gugus tugas Covid-19, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya.

photo
New Normal di Sekolah - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement