REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, lembaganya telah bekerja keras untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi terkait penggunaan dana untuk penanganan Covid-19. Firli menegaskan, KPK tak segan memberikan hukuman berat terhadap pelaku korupsi dana penanganan Covid-19.
"Sejak pandemik COVID-19, KPK telah bekerja keras untuk mencegah supaya tidak terjadi korupsi. KPK koordinasi dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana),dan kementerian/lembaga. KPK juga melakukan 'monitoring' atas pelaksanaan program pemerintah," kata Firli saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (15/6).
Hal tersebut sebagai respons atas pernyataan Presiden Joko Widodo yang mempersilakan aparat penegak hukum, yaitu Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung maupun KPK untuk "menggigit" pejabat maupun para pelaksana yang memiliki niat korupsi dalam penggunaan dana Rp677,2 triliun untuk penanganan Covid-19. Lebih lanjut, ia menyatakan KPK akan sangat tegas jika ada tindak pidana korupsi terkait penanganan Covid-19 tersebut.
"Fokus KPK dalam upaya penegakan hukum sesuai dengan amanat undang undang, yaitu pelaku penyelenggara negara atau aparat penegak hukum atau pihak terkait lainnya. Korupsi tersebut menimbulkan kerugian negara atau keuangan negara. Apalagi jika korupsi dilakukan dalam situasi bencana maka itu termasuk kejahatan berat dan ancamannya hukuman mati," tuturnya.
Ia mengatakan di samping melakukan pencegahan, koordinasi, dan pemantauan, KPK juga melakukan pemberantasan korupsi dengan tiga pendekatan "Pertama, pendekatan pendidikan masyarakat menyasar kepada tiga sasaran antara lain jejaring pendidikan formal dan informal mulai dari TK sampai perguruan tinggi, penyelenggara negara dan partai politik serta BUMN/BUMD dan swasta," ungkap Firli.
Selanjutnya, kata dia, pendekatan pencegahan. "Dengan merasuk kepada perbaikan, penyempurnaan, dan penguatan sistem prinsip tujuan pencegahan adalah menghilangkan kesempatan atau peluang korupsi dengan cara pembangunan atau perbaikan sistem," ujarnya.
Selain itu, ucap Firli, dengan perbaikan sistem maka diharapkan pendapatan negara dan daerah bisa meningkat. Oleh karena itu, ia mengatakan perlu dilakukan penelitian dan pengembangan guna menelaah dan meneliti atas sistem yang ada.
"Karena sesuai dengan teori yang pernah saya ketahui bahwa korupsi itu juga muncul disebabkan oleh karena sistem (by system corruption, corruption because of fail, bad, and weak system). Jadi, keberadaan litbang menjadi penting untuk mengkaji dan meneliti, apakah sistemnya gagal, sistemnya lemah atau sistemnya buruk dengan sasaran adanya perbaikan, penguatan, dan koreksi sistem yang ada serta pembangunan baru," kata dia.
Terakhir, kata Firli, pendekatan penindakan dengan penegakan hukum yang tegas dan efektif sehingga menimbulkan kesadaran untuk patuh kepada hukum bukan hanya sekadar membuat rasa takut akan sanksi yang berat.
"Kalau hanya menimbulkan rasa takut maka para korupsi akan melakukan inovasi dan berkreasi untuk menemukan cara-cara modus operandi supaya tidak tertangkap. Pendekatan penindakan yang dilakukan profesional, akuntabel, berkeadilan, kepastian hukum, dan menjunjung tinggi HAM," ujar Firli.