REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI, Sahat Sinaga, menuturkan, pasar Afrika Timur sangat potensial untuk menjadi target baru dalam meningkatkan ekspor minyak sawit dan produk turunannya. Di tengah banyaknya hambatan nontarif yang dilayangkan sejumlah negara mitra dagang, pemerintah dan pelaku usaha mesti menjamah pasar baru.
"Kita shifting ke Afrika Timur karena kalau dipelajari total populasinya 380 juta orang dari 18 negara," kata Sahat dalam sebuah diskusi virtual, Senin (15/6).
Ia mengatakan, bagi pengusaha, untuk saat ini tidak dapat begitu banyak berbicara mengenai peluang ekspor minyak sawit. Hanya saja, di tengah situasi yang sulit saat ini, pengusaha harus jeli melihat pasar-pasar baru yang perlu dibangun.
Di kawasan Afrika Timur, Sahat mengatakan, terdapat tantangan karena negara-negaranya kebanyakan tidak memiliki tangki-tangki besar untuk penampungan minyak sawit. Oleh sebab itu, ketika mereka mengimpor lebih cenderung memilik minyak kemasan di bawah 25 kilogram.
"Saya kira itu (tantangannya). Kita sering tidur dan tidak belajar tentang geographycal advantages, saya kira itu yang paling penting dan sudah disampaikan ke Pak Presiden Jokowi," katanya.
Sahat pun memprediksi, seiring dimulainya peningkatan konsumsi minyak sawit dalam negeri lewat bahan bakar B30, pada tahun ini diperkirakan tersisa 60 persen dari total produksi minyak sawit bakal diekspor. Sisanya, 40 persen akan menjadi konsumsi dalam negeri. Adapun proyeksi produksi minyak sawit tahun ini bisa mencapai 213 juta ton.