Selasa 16 Jun 2020 12:36 WIB

Sampai Akhir Mei, Defisit APBN Capai Rp 179,6 Triliun

Defisit Mei masih di bawah target outlook terbaru pemerintah 6,27 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Deretan gedung bertingkat terlihat dari kawasan Petamburan, Jakarta, Ahad (19/4/2020). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, besaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 31 Mei sebesar Rp 179,6 triliun atau 1,10 persen persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Deretan gedung bertingkat terlihat dari kawasan Petamburan, Jakarta, Ahad (19/4/2020). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, besaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 31 Mei sebesar Rp 179,6 triliun atau 1,10 persen persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, besaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 31 Mei sebesar Rp 179,6 triliun atau 1,10 persen persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini masih di bawah target outlook terbaru pemerintah yang menetapkan defisit anggaran akan berada pada level 6,27 persen terhadap PDB sampai akhir 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, terjadi kenaikan defisit 42,8 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Tren tersebut terjadi karena seluruh penerimaan mengalami kontraksi, terutama penerimaan perpajakan. 

"Mei adalah bulan terberat dibandingkan Maret dan April lalu," ujarnya dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Selasa (16/6).

Sampai akhri Mei, pemerintah berhasil mengumpulkan penerimaan perpajakan Rp 526,2 triliun atau kontraksi 7,9 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Penyebabnya, penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mengalami tekanan hingga tumbuh negatif 10,8 persen menjadi Rp 444,6 triliun hingga bulan lalu.

Di sisi lain, penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengalami pertumbuhan 12,4 persen. Nilainya hingga akhir Mei sebesar Rp 81,7 triliun. Hanya saja, Sri mengatakan, komponen bea masuk dan bea keluar harus terus menjadi perhatian mengingat kinerja ekspor dan impor yang sudah menunjukkan perlambatan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin.

Sri menyebutkan, pertumbuhan positif dari pendapatan negara dari bea dan cukai berpotensi mengalami penurunan karena dinamika global yang masih tinggi. "Pertumbuhannya mungkin tidak bertahan sampai akhir tahun," tutur mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Sementara itu, belanja negara juga mengalami kontraksi 1,4 persen menjadi Rp 843,9 triliun hingga akhir Mei 2020. Refocusing dan realokasi belanja pemerintah yang kini diprioritaskan ke penanganan pandemi Covid-19 menjadi penyebab utamanya. Kebijakan ini mengharuskan pemerintah memangkas belanja barang maupun pegawai yang dinilai tidak prioritas.

Sebelumnya, Kemenkeu mencatat, besaran defisit APBN hingga 30 April sebesar Rp 74,5 triliun atau 0,44 persen terhadap PDB. Defisit ini masih di bawah target outlook terbaru pemerintah yang menetapkan defisit anggaran akan berada pada level 6,27 persen terhadap PDB sampai akhir 2020.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, defisit pada bulan lalu masih lebih baik dibandingkan kondisi April 2019. "Tahun lalu, mencapai angka Rp 100,3 triliun atau 0,63 persen dari PDB," ujarnya dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Rabu (20/5).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement