Selasa 16 Jun 2020 15:40 WIB

Kemenkeu: Pajak Digital Mulai Bisa Dipungut Agustus

Rencana pemerintah untuk memungut PPN digital tidak akan dipersoalkan Amerika Serikat

Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi produk digital impor dalam bentuk barang tidak berwujud maupun jasa (streaming music, streaming film, aplikasi, games digital dan jasa daring dari luar negeri) oleh konsumen di dalam negeri mulai 1 Juli 2020
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi produk digital impor dalam bentuk barang tidak berwujud maupun jasa (streaming music, streaming film, aplikasi, games digital dan jasa daring dari luar negeri) oleh konsumen di dalam negeri mulai 1 Juli 2020

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berharap, pemerintah dapat mulai menunjuk pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) luar negeri pada bulan depan. Dengan begitu, pajak digital sudah bisa masuk ke kas negara pada Agustus.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan, pihaknya sedang menyusun regulasi lebih detail mengenai proses penunjukan perusahaan yang bergerak di bidang PMSE untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN. "Harapan kami, Juli besok sudah ada PMSE luar negeri yang dapat ditunjuk pemerintah," katanya dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Selasa (16/6).

Baca Juga

Nantinya, Suryo menjelaskan, setiap pemanfaatan barang dan jasa dari luar pabean melalui PMSE yang sudah ditunjuk pemerintah akan dikenakan PPN. Ketentuan tersebut telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

PMK tersebut merupakan salah satu dari regulasi turunan UU No 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Saat ini, pemerintah sedang berdiskusi dengan PMSE luar negeri mengenai kesiapan mereka untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN. Hanya saja, ia tidak menyebutkan perusahaan yang dimaksud. "Harapannya, Agustus mulai dipungut PPN atas objek tersebut," tutur Suryo.

Terkait pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), Suryo memastikan, pemerintah Indonesia belum berencana melakukan kebijakan unilateral. Pihaknya menunggu solusi jangka panjang dari OECD dan memastikan kesepakatan antarnegara sebelum memungut PPh entitas ekonomi digital.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, rencana pemerintah untuk memungut PPN tidak akan dipersoalkan Amerika Serikat (AS). Perwakilan dagang AS atau United States Trade Representatives (USTR) lebih mempermasalahkan terkait Pajak Penghasilan (PPh) dari perusahaan yang beroperasi di multinegara.

"USTR ini mempermasalahkan PPh yang merupakan subjek pembicaraan di OECD. PPN ini tidak ada dispute, yang belum settle adalah PPh," kata Sri dalam kesempatan yang sama.

Meski begitu, Sri mengatakan, pemerintah akan terus berpartisipasi aktif dan bekerja sama dengan negara-negara lain agar mekanisme pemungutan PPh dapat segera disepakati di tingkat global.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement