Selasa 16 Jun 2020 19:14 WIB

Indef: Isu Administrasi Hambat Efektivitas Stimulus Pandemi

Kemenkeu mencatat stimulus sektor kesehatan untuk penanganan Covid-19 masih rendah.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Sejumlah tenaga kesehatan mengenakan alat pelindung diri (APD) saat uji rapid test COVID-19 masal di Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (4/6/2020). Kementerian Keuangan mencata stimulus sektor kesehatan untuk penanganan pandemi Covid-19 masih rendah.
Foto: Antara/FB Anggoro
Sejumlah tenaga kesehatan mengenakan alat pelindung diri (APD) saat uji rapid test COVID-19 masal di Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (4/6/2020). Kementerian Keuangan mencata stimulus sektor kesehatan untuk penanganan pandemi Covid-19 masih rendah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebutkan, masalah teknis administrasi menjadi hambatan utama dalam realisasi stimulus fiskal penanganan pandemi Covid-19. Misalnya, kesesuaian aturan teknis antara pemerintah pusat dengan daerah yang membutuhkan waktu lama.

Apalagi, Bhima menambahkan, koordinasi bersifat virtual yang selama pandemi dibutuhkan tidak dapat diikuti oleh semua daerah. "Dampaknya ada komunikasi dari pusat ke daerah yang tidak optimal," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (16/6).

Baca Juga

Faktor berikutnya yang menghambat realisasi stimulus fiskal di lapangan adalah kekhawatiran pelaksana teknis terseret kasus korupsi. Bhima mengatakan, hal ini menciptakan sikap kehati hatian yang tidak pada tempatnya, sehingga justru memperlama birokrasi.

Data penerima stimulus yang belum tersedia menjadi permasalahan berikutnya. Bhima menyebutkan, terjadi overlapping data juga yang harus dihindari. “Misalnya, satu orang menerima bantuan pusat, bisa juga dapat program dari pemerintah daerah. Padahal yang lain masih banyak yang belum masuk ke pendataan,” katanya.

Bhima mengakui, penerapan physical distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan menghambat proses verifikasi data di lapangan. Tapi, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait sepatutnya mampu mengantisipasi permasalahan ini mengingat stimulus fiskal merupakan kebutuhan masyarakat saat ini.

Untuk mengantisipasi permasalahan teknis ini, Bhima menganjurkan pembentukan tim khusus lintas Kementerian/ Lembaga. Mereka harus memprioritaskan permasalahan bottleneck. "Ini juga menjamin ego sektoral tidak dominan," ujarnya.

Sementara itu, dalam mencegah korupsi dan ketakutan pelaksana teknis yang berlebihan, peran lembaga terkait harus dilibatkan. Dalam hal ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bhima memberikan contoh, pendampingan dan bantuan konsultasi harus dilakukan lebih intensif.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, perkembangan stimulus sektor kesehatan untuk penanganan pandemi Covid-19 masih rendah. Realisasinya berada pada level 1,54 persen dari anggaran yang ditetapkan pemerintah, Rp 87,55 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, realisasi yang masih sangat kecil ini dikarenakan masih terkendala proses admnistrasi dan verifikasi yang rigid. “Jadi, ada gap antara realisasi keuangan dan fisik dengan anggaran yang disediakan maupun pelaksanaannya,” tutur Sri dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Selasa (16/6).

Sementara itu, realisasi pemberian insentif kepada UMKM juga baru 0,06 persen dari target anggaran Rp 123,46 triliun. Pembiayaan korporasi yang sudah ditetapkan sebesar Rp 53,57 triliun pun masih menghadapi tantangan dengan realisasi nol persen.

Pemerintah masih harus menyelesaikan skema dukungan dan regulasi serta infrastruktur pendukung untuk operasionalisasi. "Kita fokus bulan Juni agar seluruh peraturan dan skema dukungan dapat beroperasi untuk membantu dunia usaha," ujar Sri.

Lebih baik dibandingkan tiga stimulus sebelumnya, realisasi pemberian perlindungan sosial untuk penanganan pandemi telah mencapai 28,63 persen. Pemerintah menganggarkan Rp 203,9 triliun untuk stimulus ini.

Hanya saja, Sri mengatakan, masih ada beberapa bentuk  perlindungan sosial yang perlu diperbaiki. Di antaranya realisasi kartu prakerja dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa yang masih relatif rendah, sehingga perlu diakselerasi. Beberapa permasalahan yang kerap ditemukan di lapangan adalah target error dan overlapping.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement