Selasa 16 Jun 2020 20:34 WIB

Busyro: Hakim Bisa Abaikan Tuntutan JPU pada Penyerang Novel

Eks komisioner KPK menilai hakim bisa abaikan tuntutan JPU terhadap penyerang Novel.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
 Busyro Muqoddas
Foto: Republika/ Wihdan
Busyro Muqoddas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengatakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara sangat mungkin memberikan vonis yang lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terhadap dua penyerang penyidik KPK Novel Baswedan. Busyro mengatakan, sejak awal dirinya menilai banyak kejanggalan dalam pengusutan kasus penyerangan Novel Baswedan.

"Bisa (putusan lebih berat) dan sesuai hukum. Namun, jika majelis hakim menemukan bukti yang tidak relevan dan bertentangan dengan telaah hukum pembuktian, maka majelis hakim juga bisa memutuskan bebas dari dakwaan/ tuntutan jaksa," ujar Busyro kepada Republika.co.id, Selasa (16/6).

Baca Juga

Seperti diketahui dalam persidangan, JPU menuntut hukuman satu tahun penjara untuk Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, pelaku penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan. Jaksa menilai keduanya terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat

Busyro menjelaskan, Majelis Hakim harus melalui tahap ainil yakin, ilmu yakin dan haqqul yakin, dalam memberikan putusan. Selain mendapat perhatian besar dari masyarakat, putusan hakim juga dipertanggungjawabkan kepada tuhan. Busyro juga mengakui, dirinya merasakan banyak kejanggalan sejak awal penyelidikan kasus Novel bergulir.

"Saya mengamati kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan ini, prosesnya sejak awal sudah banyak kejanggalan. Unsur-unsur masyarakat sipil sudah mendesak membentuk tim independen gabungan Polri, Komnas HAM, KPK dan masyarakat sipil, namun sampai kasus ini disidangkan, tidak ada jawaban. Ini simbol negara tidak peka dan sekilas ingkar tanggung jawab," tegasnya.

Hal senada disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana. Menurutnya, harapan terakhir kini ada pada Majels Hakim. ICW berharap Majelis Hakim bisa memberikan hukuman dengan seadil-adilnya  tanpa mempertimbangkan tuntutan yang amat ringan dan tak seimbang  dari Jaksa Penuntut dengan apa yang sudah dialami Novel Baswedan.

"Karena pada dasarnya putusan Hakim terikat pada dakwaan, bukan pada tuntutan. Istilahnya ultra petita," ucapnya.

Dalam sidang pembacaan tuntutan pada 11 Juni lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 1 tahun penjara untuk Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette selaku dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan. Jaksa menilai keduanya terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat.

Dalam tuntutan, kedua terdakwa atau para penyerang Novel tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat dari Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Karena, para terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan.

Tapi di luar dugaan ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi.

Sementara tim kuasa hukum terdakwa, meminta majelis hakim membebaskan kedua terdakwa dari segala tuntutan. Dalam sidang pembacaan pledoi pada Senin (15/6) kemarin, tim kuasa hukum mengatakan, berdasar fakta persidangan kedua terdakwa tidak terbukti merencanakan penganiayaan berat terhadap penyidik Novel Baswedan.

 "Membebaskan terdakaa dari segala dawkaan atau setidaknya melepaskaan terdakwa dari tuntutan," kata tim kuasa hukum saat membacakan pledio, Senin (15/6)

Dalam persidangan itu, Tim kuasa hukum menilai kedua tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan pada Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Aksi itu dilakukan terdakwa dengan alasan untuk memberikan pelajaran kepada Novel yang dinilai telah melupakan institusi Polri.

Selain itu, Kuasa Hukum juga mengungkap adanya fakta hukum bahwa kerusakan mata saksi korban Novel Baswedan bukan merupakan akibat langsung dari perbuatan oleh terdakwa. Menurut mereka, kerusakan mata justru diakibatkan oleh penanganan yang tidak benar atau tidak sesuai.

"Itu didorong oleh sikap saksi korban sendiri yang tidak menunjukkan kooperatif dan sabar atas tindakan medis yang dilakukan oleh dokter-dokter di rumah sakit," jelas kuasa hukum.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement