REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam soal penerapan new normal. Di satu sisi, pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu melihat pemerintah telah membuka sejumlah mal dan pusat perbelanjaan dengan menerapkan protokol kesehatan, namun di sisi yang lain, dirinya melihat belum ada kebijakan dari pemerintah untuk membuka kembali pusat pendidikan agama, seperti pesantren.
Diungkapkan oleh politikus PKB itu, saat ini ada 28.900 pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Di tengah problem kemandirian pembiayaan pesantren, nasib lembaga pendidikan Islam ciri khas Indonesia itu semakin tidak jelas ketika pandemi Covid-19 melanda.
Masalah yang demikian menurut Jazilul Fawaid tidak boleh dibiarkan. Agar pesantren tetap kembali semarak dan hidup di tengah masyarakat, untuk melayani pendidikan, dirinya mengharap kepada pemerintah agar proses pendidikan di pesantren dibuka kembali.
Agar pesantren tetap berkelanjutan, Jazilul Fawaid mengusulkan agar pemerintah memperlakukan pesantren seperti BUMN dan UMKM. Dengan memberlakukan seperti badan usaha maka pemerintah memberikan stimulus agar pulih kembali. Dirinya menyayangkan bila pemerintah tidak menghitung kerugian yang dialami pesantren selama pandemi Covid-19.
Akibat pandemi Covid-19, pria yang suka memakai songkok itu menuturkan membuat roda perekonomian tidak bergerak sehingga masyarakat jatuh miskin. “Demikian pula jika dunia pendidikan tidak bergerak, masyarakat akan terjatuh dalam kebodohan,” tuturnya.
Untuk itu, dirinya berharap dua sektor tadi, yakni dunia perekonomian dan pendidikan harus didorong kembali secara simultan dan tepat.
Dari anggaran sebesar Rp 695 triliun yang disiapkan pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional, Jazilul Fawaid berharap adanya anggaran yang cukup guna menangani permasalahan pesantren dan dunia pendidikan. Anggaran yang cukup kepada pesantren dan dunia pendidikan menurutnya sangat penting agar pesantren kembali berjalan seperti sediakala.
“Jika tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat, saya khawatir, Indonesia akan mengalami kebodohan satu generasi, "Jazilul Fawaid mengungkapkan kekhawatirannya.
Diungkapkan saat sekolah dan pesantren tutup, banyak orang tua yang mengeluh. Tidak berjalannya proses pendidikan membuat anak-anaknya yang duduk di TK ataupun SD banyak yang bermain game online dan gadget.
"Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut,” ungkap Jazilul.
Dari uraian di atas, Jazilul menegaskan meminta Kementerian Agama segera membuka proses belajar mengajar di pesantren. Pemerintah diharap segera ikut menyelamatkan pesantren dengan menerapkan protokol Covid-19 di pesantren.
“Protokol untuk mall sudah ada, masa untuk pesantren hingga kini tak kunjung selesai," tanya Jazilul Fawaid.
Sebagai lembaga pendidikan, Jazilul Fawaid menegaskan pesantren harus turut dan mengikuti protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah
“Mau tidak mau harus mengikuti seluruh protokoler yang disiapkan pemerintah," tegasnya.
Alumni PMII itu menuturkan, protokol kesehatan di pesantren harus berbeda dengan protokol kesehatan di sekolah umum. “Juga berbeda dengan protokol kesehatan di mal,” ujarnya. “Kalau di mal kan yang datang dibatasi dan bergilir,” tambahnya.
Pesantren menurutnya merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai ruang lingkup tersendiri di mana aktivitas terjadi secara asrama atau boarding selama 24 jam sehingga dikatakan oleh Jazilul Fawaid protokol kesehatan yang ada harus meng-cover selama 24 jam. “Terapkan sistem karantina yang ketat,” ujarnya. “Paling penting, pemerintah harus menyiapkan masker, hand sanitaizer dan alat test kesehatan,” tegasnya.
Bila pesantren itu tak memiliki asrama atau tidak menggunakan sistem boarding, menurut Jazilul Fawaid bisa diterapkan protokol kesehatan yang standar.