REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak Anda masih suka mengompol? Dr dr Bobby S Dharmawan SpA menjelaskan mengompol (enuresis) merupakan keadaan berkemih normal, tetapi pada waktu dan tempat yang tidak tepat.
Sebanyak 80 persen terjadi pada saat anak tidur malam, sementara aktivitas siang tidak masalah. Hal ini lebih sering pada anak laki-laki.
Bobby memaparkan, enuresis dibagi menjadi dua, yaitu enuresis primer dan sekunder. Mengompol disebut primer jika sejak lahir anak tidak pernah keadaan normal atau selalu mengompol.
"Sementara itu, dikatakan sekunder apabila anak mengompol kembali, enam bulan setelah anak sudah tidak mengompol," jelasnya.
Sekitar 21 persen anak mengompol bisanya terjadi pada anak usia di bawah lima tahun. Sampai usia tujuh tahun juga masih ada anak mengompol sekitar 6 sampai 10 persen.
Orang tua harus memantau apakah terjadi resolusi setiap tahunnya berkurang sekitar 15 persen per tahun, seiring bertambahnya usia. Bahkan ada yang menetap hingga dewasa sekitar 1,5 sampai 1 persen.
Penyebab enuresis bisa jadi faktor genetik, yaitu orang tua memiliki riwayat enuresis. Salah satu orang tua menbuat anak berisiko mengompol 50 persen. Sementara apabila keduanya ada riwayat mengompol maka risiko anak mengompol 75 persen.
Faktor penyebab lainnya adalah fisiologis atau adanya penyakit, yaitu poliuria nocturnal atau adanya diabetes mellitus atau kencing manis. Anak yang mengalaminya lebih sering berkemih, terutama pada malam hari.
Selain itu, pada anak obesitas, mekanisme rangsang bangunnya kurang baik. ketika kandung kemihnya penuh, sudah ada rangsang bangun, namun dia tidak bisa bangun.
"Alhasil terjadi mengompol,” jelasnya.
Penyebab lainnya adalah perkembangan anak terlambat, anak mengalami gangguan kognitif, dan retardasi mental. Di samping itu, mengompol juga bisa terjadi akibat infeksi saluran kemih, ditandai dengan nyeri berkemih atau tidak bisa menahan berkemih.
"Ini penyebab tersering enuresis sekunder," ujar Bobby.
Pada anak yang mengalami infeksi saluran kemih, mereka biasanya malas buang air kecil. Dia menahan pipis sehingga kandung kemihnya penuh.
"Pada saat tidur, kandung kemihnya penuh, sehingga dia mengompol. Tadinya tidak mengompol, jadi mengompol lagi. Atau, anak tidak bisa menahan untuk berkemih. Untuk menahan berkemih terasa sakit, sehingga anak mengompol terus,” paparnya.
Faktor terpenting lainnya adalah faktor sosial. Adanya stres psikologis di rumah atau sekolah, misalnya terjadi perundungan (bullying), bisa membuat anak mengompol.
“Biasanya anak mengompol ketahuan, dia pasti akan tambah stres. Ini akan memperberat, mengompolnya makin berat,” ujarnya.
Menurut Bobby, anak yang mengompol harus dicari penyebabnya. Caranya dengan mengunjungi dokter. Nanti dokter akan melakukan wawancara dan pemerikaan fisik.
Mereka juga akan melakukan pemeriksaan laboratorium berupa tes urine untuk memeriksa keberadaan kuman. Ada pula pemerikaan penunjang misalnya dengan ultrasonografi, vesico cysto urethrogram (VCUG), urodinamik, dan CT Scan.