Rabu 17 Jun 2020 09:27 WIB

Belanja Pegawai Tertekan, Menkeu: Ini yang Diinginkan

Pada APBN Mei, belanja pegawai mengalami kontraksi 4,2 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, struktur belanja pemerintah pusat di tengah pandemi Covid-19 saat ini merupakan komposisi yang diinginkan.
Foto: dok. Humas Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, struktur belanja pemerintah pusat di tengah pandemi Covid-19 saat ini merupakan komposisi yang diinginkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, struktur belanja pemerintah pusat di tengah pandemi Covid-19 saat ini merupakan komposisi yang diinginkan. Belanja untuk bantuan sosial yang ditujukan pada masyarakat menjadi fokus dan dominan, sedangkan belanja pegawai maupun barang terus ditekan.

Sri menjelaskan, belanja pegawai Kementerian/Lembaga (K/L) dapat ditekan karena pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) tidak sebesar tahun lalu dan hanya dibayarkan pada eselon 2 ke bawah. Selain itu, tidak diberikannya tunjangan kinerja lembur mengingat Aparatur Sipil Negara (ASN) kini banyak bekerja dari rumah (Working From Home/ WFH).

Baca Juga

Merujuk pada kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per akhir Mei, terlihat belanja pegawai mengalami kontraksi 4,2 persen menjadi Rp 95,4 triliun. Kondisi ini kontras dengan tahun lalu, ketika belanja pegawai mengalami pertumbuhan 30,3 persen menjadi Rp 99,6 triliun.

Sri mengatakan, ini menggambarkan realokasi dan refocusing dalam belanja pemerintah pusat untuk penanganan pandemi Covid-19. "Kalau dari sisi komposisi belanja, ini komposisi yang diinginkan. Belanja untuk non-essential di luar bansos dikendalikan dan sebagian besar fokusnya bantu ke masyarakat dalam bentuk bansos," tuturnya dalam paparan kinerja APBN Kita, Selasa (16/6).

Penurunan lebih dalam terjadi pada belanja barang yang sampai akhir Mei sebesar Rp 69,2 triliun, kontraksi 30,3 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Tren ini terjadi karena realisasi anggaran untuk perjalanan dinas merosot hingga 58,8 persen mengingat dominasi penggunaan conference call saat ini.

Realisasi belanja barang dan jasa juga mengalami kontraksi masing-masing 32,3 persen dan 26,0 persen. Sri mengatakan, ini menggambarkan penurunan belanja pada operasional pemerintahan untuk berbagai kegiatan. "Sebagian besarnya dialihkan untuk sektor kesehatan dan bansos," ucapnya.

Belanja modal turut mengalami kontraksi 7,3 persen menjadi Rp 26,9 triliun hingga akhir Mei 2020. Sri mengatakan, penurunan dikarenakan semua proyek pembangunan diarahkan untuk menjadi multiyears. Khususnya belanja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Tapi, Sri memastikan, beberapa kegiatan yang menyangkut kebutuhan masyarakat tetap direalisasi. Misalnya, pengelolaan bendungan, peningkatan kapasitas jalan nasional, pengembangan jaringan irigasi hingga prasarana perkeretaapian.

Di sisi lain, realisasi belanja bantuan sosial tumbuh positif 30,7 persen menjadi Rp 78,9 triliun hingga akhir bulan lalu mengingat banyak program jaring pengaman sosial ke masyarakat yang terdampak Covid. "Ini gambarkan upaya kita untuk memberikan bantalan sosial akibat kontraksi ekonomi dan bahkan terjadinya PHK atau dirumahkan," kata Sri.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement