REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pada Mei, ekspor Jepang mengalami penurunan dengan laju tercepat sejak krisis keuangan global 2009. Pengiriman mobil ke Amerika Serikat (AS) yang menurun menjadi faktor utama penyebabnya. Kondisi ini memperkuat proyeksi ekonomi Jepang akan mengalami kontraksi mendalam pada kuartal kedua.
Pelemahan permintaan global untuk mobil dan melambatnya pengeluaran bisnis akan menyeret ekonomi Jepang yang selama ini ditopang dengan kinerja ekspor. Pesimisme ini terasa meskipun perdagangan Jepang dengan Cina menunjukkan tanda-tanda meningkat dan ekonomi AS maupun Eropa kembali dibuka.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (17/6), data ekspor impor dirilis setelah Bank of Japan menambah dukungannya melalui skema pinjaman untuk bisnis yang kini tengah berjuang menghadapi tekanan akibat pandemi. Skema ini membutuhkan anggaran 1 triliun dolar AS.
Data Departemen Keuangan pada Rabu menunjukkan ekspor Jepang turun 28,3 persen periode Januari-Mei 2020. Situasi ini lebih buruk dibandingkan prediksi para ekonom dalam jajak pendapat Reuters, yakni kontraksi 26,1 persen.
Tekanan terhadap ekspor impor bulan lalu juga memburuk dibandingkan realisasi April, ketika perdagangan Jepang menurun 21,9 persen. Ini menjadi penurunan tahunan terbesar sejak September 2009.
Salah satu faktor penyebab penurunan perdagangan Jepang adalah Amerika yang menjadi pasar utama ekspor mengurangi separuh permintaan, penurunan tahunan terbesar sejak Maret 2009. Penurunannya mencapai 70 persen, terutama untuk pengiriman mobil dan suku cadang mobil.
Ekspor ke China, mitra dagang terbesar Jepang, juga turun 1,9 persen pada periode Januari-Mei 2020. Penurunan ini lebih kecil dibandingkan kontraksi tahunan bulan sebelumnya, empat persen.
Pengiriman ke Asia, yang menyumbang lebih dari setengah ekspor Jepang, turun 12 persen. Sementara, ekspor ke Uni Eropa juga turun 33,8 persen.
Ekonomi Jepang tergelincir ke dalam resesi untuk pertama kalinya dalam 4,5 tahun terakhir pada kuartal pertama. Ekonomi terbesar ketiga dunia ini berada di jalur kemerosotan terdalam pascaperang karena pandemi yang sudah merusak bisnis dan daya beli konsumen.
Analis memperingatkan gambaran yang lebih suram untuk kuartal kedua. Sebab, konsumsi semakin melemah setelah pemerintah meminta warga untuk tinggal di rumah dan bisnis harus tutup.
Secara keseluruhan, impor turun 26,2 persen pada bulan lalu, lebih rendah dibandingkan estimasi median, kontraksi 20,4 persen. Ini menjadi penurunan terbesar sejak Oktober 2009. Sebagai hasilnya, neraca perdagangan mencapai defisit 833,4 miliar yen (7,77 miliar dolar AS), lebih baik dibandingkan estimasi median, defisit 1,07 triliun yen.