Rabu 17 Jun 2020 12:00 WIB

Terlalu Banyak Gula tidak Serta-Merta Lemahkan Sistem Imun

Terlalu banyak konsumsi gula dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Gula pasir. Penelitian yang menunjukkan hubungan antara tingkat asupan gula dan peradangan kurang komprehensif.
Foto: Boldsky
Gula pasir. Penelitian yang menunjukkan hubungan antara tingkat asupan gula dan peradangan kurang komprehensif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terlalu banyak konsumsi gula dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan, seperti obesitas, pradiabetes, dan penyakit perlemakan hati. Akan tetapi, anggapan bahwa gula berlebih melemahkan sistem kekebalan tubuh belum sepenuhnya terbukti.

Menurut para ilmuwan, ide bahwa gula melemahkan kekebalan tubuh muncul pada awal 1970-an. Kala itu, sebuah studi menyebutkan bahwa konsumsi gula membuat fagosit (tipe sel darah putih yang berfungsi membunuh bakteri dan patogen) menjadi kurang aktif.

Baca Juga

Pengukuran pada studi itu diambil lima jam setelah peserta mengonsumsi gula dan asupan lain yang mengandung gula, seperti madu dan jus jeruk. Akan tetapi, beberapa dekade setelah penelitian tersebut, belum ada studi lain yang membuktikan gula berdampak pada sistem imun.

Pasalnya, peranan gula bagi tubuh sangat kompleks. Peter Mancuso, profesor madya di bidang ilmu nutrisi Universitas Michigan mengatakan, rata-rata orang dewasa yang sehat akan membersihkan gula sederhana dari sistem mereka dalam dua jam.

"Hanya pengidap diabetes yang mengalami kondisi di mana (kadar gula darah) bisa cukup tinggi untuk merusak fungsi kekebalan tubuh. Bahkan satu liter Coke sehari tidak akan merusak fungsi kekebalan tubuh," kata Mancuso, dikutip dari laman Insider.

Dampak gula terhadap kekebalan tubuh lebih mungkin jika dikaitkan dengan asupan kalori total. Apabila seseorang mengonsumsi asupan gula dengan berlebihan, maka kalori akan menumpuk sehingga mengarah pada obesitas dan memicu peradangan kronis.

Para ilmuwan percaya peradangan kronis dapat membuat sistem kekebalan kewalahan karena tubuh harus 'bertempur' melawan gangguan itu. Pada kondisi demikian, tubuh menjadi kurang mampu merespons ancaman lain, sehingga ada risiko rusaknya fungsi sel dan organ.

Memang ada penelitian yang menunjukkan hubungan antara konsumsi fruktosa (komponen gula) dengan asma, bronkitis kronis, dan radang sendi. Akan tetapi, asosiasi tersebut harus ditafsirkan dengan sangat hati-hati karena tidak membuktikan sebab dan akibat.

Sampai saat ini, Mancuso mendapati penelitian yang menunjukkan hubungan antara tingkat asupan gula dan peradangan juga kurang komprehensif. Misalnya, tidak menjelaskan kurangnya asupan buah, sayuran, kacang-kacangan, dan ikan oleh peserta.

Pasalnya, pola makan yang buruk turut memainkan peran sama besar dengan kelebihan gula, jika dikaitkan dengan peradangan kronis. Lagipula, rata-rata orang umumnya tidak mengonsumsi gula utuh begitu saja, tetapi dalam bentuk makanan dan minuman manis.

Tidak ada larangan untuk mengonsumsi makanan dan minuman manis, asalkan tidak berlebihan. Para peneliti hanya menganjurkan agar konsumsi tersebut bukan sesuatu yang harus dilakukan setiap hari, baik itu minuman bersoda atau camilan lainnya.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat telah merekomendasikan kepada warganya untuk tidak mengonsumsi gula tambahan di atas 10 persen dari kalori harian. Masalahnya, makanan olahan sering mengandung gula tambahan dalam jumlah besar.

Itu sebabnya penting untuk melihat label makanan dan minuman untuk melihat jumlah gula tambahan, yang sama saja dengan kalori "kosong". Dianjurkan untuk mengonsumsi makanan utuh yang tidak diproses, guna memastikan tubuh mendapat asupan nutrisi dan serat utama.

Ahli imunologi dan kepala penelitian medis Institut Kesehatan Nasional Ian Myles, menyoroti pentingnya serat dalam makanan utuh. Ketika makan buah apel, misalnya, tubuh juga mendapat serat yang dapat menangkal efek peradangan dari gula.

"Tetapi jika Anda memproses apel itu menjadi jus, maka Anda menghilangkan seratnya, dan efek penyeimbangnya hilang. Serat adalah sistem keseimbangan yang disediakan oleh alam," kata Myles.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement