REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghormati keputusan pemerintah menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Tapi MUI tetap bersikukuh meminta pemerintah dan DPR RI membatalkan atau mencabut RUU HIP.
"Sebetulnya permintaan awal kami dan permintaan utama kami bukan ditunda (pembahasan RUU HIP) tetapi dibatalkan, kami masih curiga jangan-jangan penundaan ini karena tekanan masyarakat begitu keras kepada pemerintah, nanti saat masyarakat mulai lengah maka mereka akan mulai bekerja kembali (membahas RUU HIP)," kata Wakil Ketua Umum MUI, KH Muhyiddin Junaidi kepada Republika.co.id, Rabu (17/6).
KH Muhyiddin mengatakan, MUI masih berharap pemerintah dan DPR serius mendengar aspirasi masyarakat dan ormas-ormas yang menolak RUU HIP. Pemerintah dan DPR jangan bermain-main dengan emosi masyarakat. Karena yang meminta RUU HIP ini ditunda begitu banyak.
Ormas besar, menengah dan kecil menolak RUU HIP. Selain itu forum habib, ulama dan masyarakat seluruh Indonesia juga menolak RUU HIP. Maka MUI dengan segala hormat meminta pemerintah dan DPR agar serius memenuhi permintaan pencabutan RUU HIP ini.
Ia menegaskan permintaan pencabutan RUU HIP didasari pada rasa kecintaan kepada Pancasila dan NKRI. "Dan kami menjaga Pancasila bukan hanya dengan ucapan dan testimoni dan diviralkan ke publik, tapi kami telah mengamalkannnya dalam kehidupan sehari-hari berbangsa dan bernegara," ujarnya.
KH Muhyiddin mengatakan, MUI menghargai sikap pemerintah menunda pembahasan RUU HIP tapi tujuan MUI menolak semua isi RUU HIP. Alasannya sudah sering MUI sampaikan. Pertama, banyak yang lebih penting untuk dibahas dan menjadi perhatian selain RUU HIP. Kedua, RUU HIP mendegradasi posisi Pancasila sebagai sumber falsafah dalam berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Ketiga, kondisi bangsa dan negara belum kondusif dan banyak isi RUU HIP yang saling kontradiktif. Karena situasinya tidak kondusif maka sebaiknya pemerintah menunda pembahasannya biar tidak ada gonjang-ganjing di publik.
"Kalau nanti pemerintah memaksakan agar itu (RUU HIP) diterima, kemudian pemerintah mendukung inisiatif DPR, maka yang sudah pasti akan terjadi konflik horizontal, kalau terjadi konflik yang rugi bukan hanya masyarakat tapi juga pemerintah," ujarnya.
Bila terjadi konflik horizontal, KH Muhyiddin mengatakan, roda pemerintahan tidak akan jalan. Selain itu, upaya mengobati kekecewaan dan luka-luka psikologis di kalangan masyarakat akan sangat sulit. MUI tidak mau terjadi polarisasi gara-gara konflik itu.
Semua ormas sudah musyawarah dan berpikir keras dan hasilnya menolak RUU HIP. Maka, ia meminta pemerintah dengan penuh kebijakan memenuhi dan mengakomodir aspirasi sebagian besar rakyat Indonesia.
"Tadi malam sudah ada pertemuan dengan wakil presiden memberikan informasi tentang penundaan (pembahasan RUU HIP), tetapi yang pasti MUI beserta ormas-ormas minta pemerintah membatalkan atau mencabut (RUU HIP) itu dari prolegnas DPR RI dan tak perlu lagi kita bahas masalah itu," kata KH Muhyiddin.