REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Sebanyak 20 tentara India terbunuh dalam bentrokan dengan pasukan Cina di wilayah perbatasan Ladakh pada Senin (15/6) lalu. Sebanyak 43 tentara China dikabarkan juga jadi korban, meski tidak dirinci berapa jumlah yang meninggal dan terluka.
Jatuhnya korban jiwa menandai peningkatan eskalasi serius terkait sengketa perbatasan yang melibatkan kedua negara. Ketegangan di wilayah perbatasan India dengan China telah terjadi sejak Mei lalu.
Menurut para pejabat yang dikutip oleh media India, ribuan tentara China telah memaksa masuk ke lembah Galwan di Ladakh, wilayah Kashmir yang disengketakan. Sejumlah laporan menyebut, pasukan China memasang tenda, menggali parit, dan memindahkan alat berat sejauh beberapa kilometer ke dalam wilayah yang dianggap India menjadi bagian dari teritorialnya, yakni di lembah Galwan di Ladakh.
Langkah pasukan Negeri Tirai Bambu itu dilakukan setelah India membangun jalan sepanjang beberapa ratus kilometer di wilayah tersebut yang terhubung ke sebuah pangkalan udara.
Pangkalan itu diaktifkan kembali pada 2008. Pengerahan pasukan Cina ke wilayah tersebut dianggap merupakan tindakan serius oleh India. “Situasinya serius. Orang China telah memasuki wilayah yang mereka terima sendiri sebagai bagian dari India. Ini benar-benar mengubah status quo,” kata Ajai Shukla, seorang pakar militer India yang bertugas sebagai kolonel di kesatuan tentara, dikutip laman BBC.
Menurut dia, China telah merebut 60 kilometer persegi wilayah patroli India di daerah tersebut dalam satu bulan terakhir. India mengklaim China telah menempati 38 ribu kilometer persegi dari wilayahnya.
Namun China memiliki pandangan berbeda. Beijing justru menganggap India yang telah mengubah fakta di lapangan. China dan India memiliki perbatasan sepanjang 3.440 kilometer. Keduanya memiliki klaim wilayah yang tumpang tindih. Garis demarkasi yang memisahkan klaim wilayah kedua negara di Ladakh dikenal dengan Line of Actual Control (LAC).
Karena medan perbatasan berupa sungai, danau, dan tebing bersalju, garis pemisah itu dapat bergeser. Hal tersebut menyebabkan pasukan patroli perbatasan kedua negara kerap bersinggungan dan tak jarang memicu perkelahian atau kontak fisik.
Peristiwa demikian terjadi di banyak titik di sepanjang LAC. Namun belum ada di antara mereka yang melepaskan tembakan selama empat dekade terakhir. Selama itu pula tak ada korban yang tewas akibat bentrokan atau perkelahian antara pasukan patroli perbatasan kedua negara.
Oleh sebab itu, bentrokan yang terjadi pada Senin lalu cukup mengejutkan. Sebanyak 20 tentara India tewas. Pasukan China pun dilaporkan memiliki korban jiwa. India telah menyalahkan Cina atas bentrokan yang terjadi Ladakh timur. Ia menuding Beijing berusaha mengubah status quo daerah tersebut.
“Mengingat pendekatannya yang bertanggung jawab terhadap manajemen perbatasan, Indiasangat jelas bahwa semua kegiatannya selalu berada dalam sisi India dari LAC. Kami mengharapkan hal yang sama dari pihak Cina,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri India Anurag Srivastava pada Selasa (16/6), dikutip laman Anadolu Agency.
Menurut Srivastava, kedua negara telah membahas cara meredakan ketegangan melalui saluran militer serta diplomatik. “Kami tetap yakin perlunya menjaga perdamaian dan ketenangan di daerah perbatasan serta penyelesaian perbedaan melalui dialog. Pada saat yang sama, kami juga berkomitmen kuat untuk memastikan kedaulatan dan integritas teritorial India,” ujarnya.
Sementara Cina justru menuding pasukan India yang melakukan serangan provokatif di Ladakh. Beijing menilai hal itu dapat memicu konflik fisik yang serius. “Yang mengejutkan adalah bahwa pada 15 Juni, pasukan India secara serius melanggar konsensus kedua belah pihak, melintasi perbatasan secara ilegal dua kali dan melakukan serangan provokatif terhadap personel Cina, yang mengakibatkan konflik fisik yang serius antara kedua pasukan perbatasan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian pada Selasa.
PBB telah menyatakan keprihatinan atas eskalasi yang terjadi di wilayah perbatasan India dengan Cina. Ia menyerukan kedua negara menahan diri dan melakukan pengekangan maksimum.