Rabu 17 Jun 2020 16:31 WIB

'Dampak Transformasi Subsidi Energi Bergantung Implementasi'

Jika implementasi berantakan,transformasi subsidi energi tak mampu kurangi kemiskinan

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dhenny Yuartha Junifta menyebutkan, transformasi subsidi energi tentu memberikan dampak terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Hanya saja, seberapa besar efeknya tergantung pada implementasi penyaluran di lapangan.
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dhenny Yuartha Junifta menyebutkan, transformasi subsidi energi tentu memberikan dampak terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Hanya saja, seberapa besar efeknya tergantung pada implementasi penyaluran di lapangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dhenny Yuartha Junifta menyebutkan, transformasi subsidi energi tentu memberikan dampak terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Hanya saja, seberapa besar efeknya tergantung pada implementasi penyaluran di lapangan.

Dhenny mengatakan, perubahan skema subsidi energi yang basis penerima manfaat atau langsung ke sasaran akan rumit. Meskipun alokasi anggarannya besar, apabila implementasi berantakan seperti selama ini, tentu tidak mampu mengurangi tingkat kemiskinan secara signifikan. "Persoalannya akan ada di detail implementasi," katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/6).

Oleh karena itu, Dhenny menekankan, pemerintah harus merancang skema secara detail terlebih dahulu sebelum mengimplementasikannya. Di sisi lain, pengawasan di lapangan juga harus dilakukan secara intensif, sistematis, terukur dan masif.

Jika prosesnya berjalan dengan baik, Dhenny mengatakan, kemiskinan pun akan membaik ketika bantuan atau subsidi tersebut turun. Sebab, basis perhitungan tingkat kemiskinan sendiri berbasis pengeluaran. 

"Tapi, kalau telat (penyaluran subsidi), tentu akan jelek datanya (kemiskinan)," tuturnya.

Di sisi lain, transformasi subsidi energi tidak akan terlalu besar dalam mendorong daya beli masyarakat. Dhenny mencatat, pada desil satu atau masyarakat miskin, proporsi pengeluaran untuk makanan sekitar 65 persen dengan sisanya nonmakanan. Sedangkan, desil dua hingga empat (hampir miskin), proporsi pengeluaran untuk makanan mencapai 62 persen. Semakin kaya, proporsi pengeluaran untuk makanan semakin kecil, sedangkan proporsi non makanan semakin besar.

Hasil berbeda akan dirasakan jika fokus pemerintah adalah efektivitas anggaran sehingga ada ruang alokasi yang cukup untuk pos-pos anggaran produktif lainnya. Dhenny menuturkan, tujuan ini bisa tercapai dengan transformasi energi.

Pada 2021, pemerintah berencana mengubah skema pemberian subsidi energi menjadi basis orang atau diberikan secara langsung ke target sasaran. Subsidi energi juga akan diintegrasikan ke Program Kartu Sembako. Rencana ini telah tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2021 yang sudah disampaikan ke DPR, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement