REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Rakyat India marah dengan apa yang dilakukan oleh pasukan China. Mereka tidak sabar menunggu tanggapan Perdana Menteri Narendra Modi pada Rabu, atas kematian 20 tentara dalam bentrokan di perbatasan dengan militer China.
Media negara itu melampiaskan kemarahan dan lawan-lawan politik Modi memprovokasi karena sikap diamnya. Modi, yang berkuasa melalui kampanye nasionalis, bertemu dengan menteri pertahanan dan menteri luar negerinya serta para kepala militer pada Selasa malam (16/6).
Tetapi ia belum berbicara di depan umum mengenai bentrokan terburuk sejak 1967, lima tahun setelah China mempermalukan India dalam perang.
"Pertarungan semakin serius, dengan bentrokan di Lembah Galwan, China menekan terlalu keras," tulis Times of India dalam sebuah editorial.
"India harus menyerang balik."
Media itu juga menyatakan bahwa "Beijing tidak bisa membunuh tentara kami di perbatasan dan berharap mendapat untung dari pasar besar kami."
Menghadapi apa yang bisa menjadi tantangan kebijakan luar negeri terbesarnya sejak berkuasa pada 2014, Modi menahan diri untuk tidak berkomentar secara terbuka tentang insiden tersebut ketika tuntutan untuk aksi meningkat selama sehari terakhir. "Mengapa PM diam, mengapa dia bersembunyi," cicit Rahul Gandhi, pemimpin partai Kongres melalui Twitter.
"Sudah cukup, kita perlu tahu apa yang terjadi. Berani-beraninya China membunuh prajurit kita, beraninya mereka merebut tanah kita."
Kementerian Luar Negeri China mengonfirmasi bahwa telah terjadi "konfrontasi fisik yang kejam" pada Senin (15/6) di perbatasan Himalaya yang disengketakan antara tetangga-tetangga bersenjata nuklir.
Menurut para pejabat India, tidak ada peluru yang ditembakkan, tetapi tentara dipukul dengan pentung dan batu selama pertikaian yang meletus antara kedua pihak di Lembah Galwan yang terpencil, jauh di pegunungan di mana wilayah Ladakh India berbatasan dengan Aksai Chin di China.
Kementerian Luar Negeri India mengatakan telah ada korban jiwa di kedua belah pihak, tetapi China sejauh ini belum mengungkapkan korban.