Rabu 17 Jun 2020 17:04 WIB

Perbedaan Media China dan India Beritakan Bentrokan Tentara

Tentara China dan India bentrok di wilayah perbatasan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Peta wilayah sengketa India-China-Pakistan.
Foto: wikicommon
Peta wilayah sengketa India-China-Pakistan.

REPUBLIKA.CO.ID, LADAKH -- Tentara India dan Pasukan China terlibat konfrontasi di wilayah perbatasan Himalaya, tepatnya di Lembah Galwan, Ladakh, Senin malam  (15/6) waktu setempat. Kedua media negara memberitakan pandangan berbeda soal insiden tersebut.

Media pemerintah China meremehkan konfrontasi militer yang mematikan dengan India. Sementara, sejumlah surat kabar India menyerukan tindakan keras atas kematian sekurangnya 20 tentara India. Kantor berita India, ANI mengklaim bahwa 43 tentara China tewas dalam bentrokan, tanpa dirinci lebih jauh. Namun demikian, media China tidak mengungkapkan korban di pihaknya.

Baca Juga

Pada Selasa, NDTV mengatakan, bahwa tentara India telah melaporkan bahwa 20 anggotanya terbunuh dalam pertempuran sengit di sepanjang perbatasan Himalaya. Konfrontasi emosional tanpa senjata api itu menimbulkan korban di kedua belah pihak. Empat tentara India lainnya dilaporkan dalam kondisi kritis.

Kementerian pertahanan China pada Selasa malam mengkonfirmasi bahwa telah ada korban dalam konfrontasi dengan tentara India. Namun, China tidak memberikan informasi mengenai jumlah korban, sementara media pemerintahnya relatif tenang dalam memberitakan pertempuran yang paling kejam dalam beberapa dasawarsa itu.

Pertempuran meletus antara tentara dari dua negara terpadat di dunia melintasi perbatasan mereka yang menjadi sumber perselisihan sepanjang 3.500 kilometer (2.200 mil). Padahal sejak 1975, pertemuan pasukan kedua negara tidak sampai memakan banyak korban jiwa.

Pertempuran terbaru terjadi di medan terjal berbatu-batu dari Lembah Galwan yang secara strategis penting. Lembah itu terletak di antara Tibet di China dan Ladakh di India. Surat kabar India, Hindustan Times melaporkan bahwa tentara India saling melempar pukulan dan batu dengan pasukan China yang diduga menyerang dengan tongkat dan pentungan bertabur paku selama pertempuran yang berlangsung lebih dari enam jam.

Surat kabar India terkemuka lainnya mengatakan pemerintah harus menunjukkan penyelesaian yang keras dalam tanggapannya terhadap bentrokan terburuk dengan pasukan China dalam beberapa dekade. "Provokasi itu serius, ini bukan soal angka yang diambil oleh aksi teror oleh aktor non-negara, tetapi bentrokan antara dua tentara. Namun India harus menjaga dengan jelas dan bertekad. Ini perlu ditanggapi dengan pertimbangan tenang dan keras untuk menyelesaikan," kata Indian Express dalam tajuknya.

Mantan perwira tentara India dan analis pertahanan Ajai Shukla berpendapat melalui Business Standard bahwa meskipun pertempuran perbatasan India-China adalah hal biasa, pertempuran baru ini adalah di luar normal.

"Pertama, PLA (pasukan China) telah merambah ke daerah-daerah seperti Galwan yang secara tradisional damai. Kedua, mereka masuk dalam jumlah besar luar biasa yang jumlahnya ribuan," tulisnya seperti dikutip laman Aljazirah, Rabu (17/6).

"Kali ini tentara PLA sedang menggali pertahanan, menyiapkan bunker dan mengerahkan senjata artileri ke belakang (meskipun di wilayah mereka sendiri) untuk mendukung para penyusup, kata beberapa sumber," ujarnya menambahkan.

 

Sementara itu, media pemerintah China, CCTV dan Harian Rakyat milik Partai Komunis menerbitkan kembali pernyataan resmi militer China di media sosial, tanpa ada laporan tambahan. Siaran CCTV harian yang disiarkan secara luas, Xinwen Lianbo, siaran berita malam tidak menyebutkan konfrontasi perbatasan pada Selasa.

The Global Times mengatakan dalam tajuknya bahwa China tidak mengungkap korban tewas konfrontasi untuk menghindari perbandingan dan mencegah sentimen konfrontatif meningkat.

"China tidak ingin mengubah masalah perbatasan dengan India menjadi konfrontasi," kata editorial itu yang menyalahkan India.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement