Kamis 18 Jun 2020 01:09 WIB

Mahasiswa: Kebebasan Berpendapat Harus Dilindungi

Pemerintah diminta selalu melindungi hak-hak mengemukakan opini.

Kebebasan berpendapat (ilustrasi).
Kebebasan berpendapat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Korneles Galanjinjinay menyampaikan, masih dalam merefleksikan 1 Juni hari Pancasila, kebebasan berpendapat jadi tema yang klasik. 

Dia menyebut dugaan pembungkaman layak disorot. Hal ini muncul dari beberapa kasus terakhir yang viral. 

“Kalau pemerintah memaknai betul nilai-nilai Pancasila, maka pemerintah harusnya melindungi warga negaranya dalam menyampaikan pendapat di ruang publik. Ini sesuai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana terkandung dalam Sila ke-2 Kemunusiaan, sila ke-4 Demokrasi, dan sila ke-5 Keadilan sosial," ujar Korneles dalam webinar yang dihadiri berbagai kalangan cendekiawan, seperti dalam keterangannya, Rabu (17/6).

Para tokoh yang mengisi kegiatan webinar itu adalah Prof. Din Syamsudin Sebagai Pembicara Kunci serta Narasumber dari Kelompok Cipayung Plus yaitu Najih Prastiyo Ketum DPP (IMM), Arya Kharisma Ketum PB (HMI), Imanuel Cahyadi Ketum DPP (GMNI). Kemudian, Benidiktus Pappa Ketua Umum PP (PMKRI), Ahamd Riyadi Bendum PB (PMII), Muhamad Asrul Ketua Umum EN (LMND), I Kadek Andre Nauba Ketua Umum PP (KMHDI), Elevan Yusmanto PP (KAMMI), dan Ari Sutrisno Ketua Umum PP (HIKMAHBUDHI).

Koneles mengatakan, pihaknya secara tegas mengritisi segala bentuk teror Dan ancaman terhadap Gerakan Mahasiswa dalam Kebebasan berpendapat di ruang publik maupun di dalam mimbar akademik.

"Dengan demikian pemerintah harus hadir melindungi kebebasan berpendapat bukan sebaliknya pemerintah justru otoriter membungkam suara mahasiswa dan rakyat dalam memperjuangkan keadilan,"ujarnya.

Din Syamsudin memaparkan, kebebasan bersifat sakral, fundamental dan tidak boleh dihalangi. Sebagai intelektual muda dan warga negara justru harus mengembangkan sikap loyal kritis dalam berbangsa dan bernegara. 

"Artinya kita loyal dalam negara dan bangsa dimana kita berada yang the founding father sudah meletakannya. Loyal juga kepada pemerintahan yang sah hasil pemilu demokratis berdasarkan konstitusi. Namun kritisme sebagai rakyat warga negara tidak harus terhalangi. Itu karena kritisme/sikap kritis intelektual muda memang harus kritis terhap perjalanan bangsa ini," ujar dia.

Arya Kharisma Ketua Umum PB (HMI) mengatakan, kebebasan berpendapat sudah selesai dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Hal itu tertuang di UUD 45 pasal 28 hak bagi setiap warga negara. 

"Hak tersebut bukan diberikan pemimpin dalam arti presiden tapi itu diberi oleh konstitusi UUD 1945 kita yang di atasnya lagi Pancasila yang bisa kita sebut sebagai staats fundamental norm. oleh karennya semua orang dari personal dan institusi memimpin negara ini harus mengargai hak tersebut," papar dia.

Elevan Yusmanto selaku Ketua Umum PP (KAMMI) mengatakan, yang perlu direfleksikan bersama adalah elite politik pada dewasa ini yang banyak disebut sebagai oligarki atau lingkaran kekuasaan secara keseluruhan.

"Secara sederhana, senior-senior kita yang berasal dari alumni alumni pergerakan mahasiswa. disisilain memang kita harus belajar bahwasannya nanti ketika kedepannya kita memimpin tidak seperti senior senior kita yang sekarang berada di kekuasaan dalam artinya senior-senior yang mempertahankan agenda negative yang justru mengorbakan kepentingan rakyat yang dahulu mereka berjuang untuk demokrasi," paparnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement