REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Sebanyak 86 organisasi non-pemerintah mengeluarkan surat bersama meminta pihak berwenang China untuk membatalkan rencana memperkenalkan Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional di Hong Kong, Rabu (17/6). Kelompok ini mengatakan, peraturan tersebut mengancam hak-hak dasar dan kebebasan.
"Meskipun tidak ada rincian isi UU yang tersedia untuk umum, keputusan bersama dengan komentar baru-baru ini oleh pejabat China dan Hong Kong menyarankan bahwa hal itu akan mengancam hak-hak dasar dan kebebasan orang-orang di Hong Kong," kata pernyataan bersama organisasi itu.
Surat tersebut ditandatangani oleh berbagai organisasi hak asasi dari Amerika Serikat, Australia, Kanada, Hong Kong, Taiwan, dan Eropa. Organisasi itu seperti Amnesty International, Human Rights Watch, serta Freedom House. Pernyataan penolakan tersebut ditujukan kepada Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional, badan legislatif terkemuka China, Li Zhanshu.
"Kami sangat prihatin tentang dampak hukum terhadap Hong Kong, terutama masyarakat sipilnya yang bersemangat," ujar pernyataan 86 organisasi non-pemerintah itu.
Beijing bulan lalu mengumumkan rencana untuk memperkenalkan UU untuk mengatasi pemisahan diri, subversi, terorisme, dan campur tangan asing di Hong Kong. Peraturan baru ini dapat membuat agen keamanan China mendirikan pangkalan di Hong Kong untuk pertama kalinya.
Para kritikus termasuk diplomat, pengacara, dan eksekutif bisnis, melihat UU itu sebagai ancaman terhadap formula "satu negara, dua sistem". Formula ini dibuat untuk melindungi kebebasan dan perannya sebagai pusat keuangan global ketika Inggris mengembalikan wilayah itu ke pemerintahan China pada 1997.
Pejabat Hong Kong dan Beijing mengatakan, UU yang direncanakan sebenarnya memperkuat formula tata kelola. Tujuan yang disasar hanya akan menargetkan sejumlah kecil pengacau yang mengancam keamanan nasional, sementara membiarkan hak dan kebebasan tetap berjalan.
Selama ini, pemerintah China dan Hong Kong telah menolak kritik dari pemerintah dan organisasi asing. Mereka mendesak untuk pihak luar berhenti mencampuri urusan dalam negeri China.
Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, mendesak para penentang rencana UU untuk berhenti mengotori upaya penerapannya. Dia mengatakan mereka yang melakukannya adalah musuh rakyat.