Kamis 18 Jun 2020 10:23 WIB

China Kecewa dengan Pengesahan UU Uighur

Kementerian Luar Negeri China menyatakan kekecewaan terhadap pengesahan UU Uighur.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Muslim Uighur di China. Kementerian Luar Negeri China menyatakan kekecewaan terhadap pengesahan UU Uighur. Ilustrasi.
Foto: Dokrep
Muslim Uighur di China. Kementerian Luar Negeri China menyatakan kekecewaan terhadap pengesahan UU Uighur. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kementerian Luar Negeri China menyatakan kekecewaan terhadap Amerika Serikat (AS) karena mengesahkan undang-undang (UU) tentang Uighur. Pengesahan undang-undang tersebut dapat membuka jalan bagi AS untuk menjatuhkan sanksi kepada China atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Uighur.

"China mendesak AS untuk segera memperbaiki kesalahannya dan berhenti menggunakan undang-undang itu untuk merugikan kepentingan China. Masalah yang terkait dengan Xinjiang bukan tentang hak asasi manusia, etnis, atau agama, melainkan tentang memerangi kekerasan, terorisme, dan separatisme," ujar Kementerian Luar Negeri China dilansir China Global Television Network.

Baca Juga

Kementerian Luar Negeri menyatakan, undang-undang itu mencoreng dan mengkritik situasi hak asasi manusia di Daerah Otonomi Xinjiang Uighur dan kebijakan China di Xinjiang. Undang-undang tersebut juga telah memfitnah China dalam upaya melawan terorisme dan deradikalisasi serta mencampuri urusan dalam negeri China.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengesahkan undang-undang yang menyerukan sanksi atas penindakan Muslim Uighur di Xinjiang, China. Undang-undang tersebut mengecam Partai Komunis China atas perlakuannya terhadap Muslim Uighur dan minoritas Muslim lainnya.

Undang-undang itu menyerukan agar kamp-kamp di wilayah Xinjiang, China, ditutup. Hal ini mengarahkan Trump untuk mengidentifikasi dan memberikan sanksi kepada individu yang bertanggung jawab atas penyalahgunaan kelompok minoritas.

"Undang-undang ini akan meminta pelaku pelanggaran HAM untuk bertanggung jawab, termasuk pelanggaran seperti penggunaan kamp-kamp indoktrinasi, kerja paksa, pengawasan intrusif untuk menghapus identitas etnis dan kepercayaan agama Uighur dan minoritas lainnya di China," ujar Trump dilansir the Hill.

Dalam 180 hari sejak penandatanganan undang-undang, Trump harus menyerahkan laporan kepada Kongres yang mengidentifikasi setiap individu asing, termasuk pejabat Pemerintah China, yang bertekad untuk bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap individu di wilayah Xinjiang. Undang-undang itu mensyaratkan Pemerintah AS untuk memberikan sanksi kepada orang-orang yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dengan memblokir aset mereka dan menyatakan bahwa mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan visa maupun izin masuk ke AS.

Gedung Putih diizinkan untuk melepaskan sanksi jika Trump menilai ada ancaman terhadap kepentingan nasional. Namun, presiden harus memberi tahu Kongres bahwa ia berencana untuk menjatuhkan sanksi. Trump mengatakan, undang-undang itu "bermaksud membatasi" kebijakannya untuk menghentikan sanksi dan pemerintahannya akan memberlakukan ketentuan "tidak mengikat".

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement