Kamis 18 Jun 2020 12:46 WIB

Menakar Masa Depan Papua Demi Kedaulatan NKRI

Dari perspektif hukum dan sejarah,harus kita akui ada kesalahpahaman isu Papua

Pada 14 Juni 2020, pukul 13.00 - 15.30 WIB, melalui saluran video interaktif Zoom Meeting, berlangsung acara Dialog bertema ”Menakar Masa Depan Papua
Foto: istimewa
Pada 14 Juni 2020, pukul 13.00 - 15.30 WIB, melalui saluran video interaktif Zoom Meeting, berlangsung acara Dialog bertema ”Menakar Masa Depan Papua

REPUBLIKA.CO.ID. JAKARTA-–Sejumlah masalah masih menjadi topik pembicaraan bagi sejumlah kalangan, terkait masa depan Papua. Terutama sejak diberlalukannya Otonomi Khusus (Otsus), yang ditujukan demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. 

Pada 14 Juni 2020, pukul 13.00 - 15.30 WIB, melalui saluran video interaktif Zoom Meeting, berlangsung acara Dialog bertema ”Menakar Masa Depan Papua"  dengan narasumber, Reno Mayor (Wakil Ketua Ikatan Mahasiswa Papua UI 2019), Boy Markus Dawir (Tokoh Pemuda Papua), Prof. Dr. Imron Cotan (Duta Besar RI), Michael Manufandu (Senior Pamong Papua) dan Dr. Wawan Hari Purwanto (Deputi Kominfo BIN) dan peserta webinar 100 pengguna, selengkapnya dilaporkan sebagai berikut.                              

Reno Mayor (Wakil Ketua Ikatan Mahasiswa Papua UI 2019),  mengapresiasi kebijakan Otsus Papua. Namun, kenapa masyarakat Papua masih hidup tidak sejahtera di atas kekayaan alamnya, karena saya pikir penerapan masih kurang tepat sasaran, sehingga sebagian masyarakat dimanja dengan Dana Otsus sebagian lagi tidak atau belum tersentuh. Sedangkan, mentalitas berjuang, kesadaran untuk bersaing, dan kualitas SDM belum merata.                                                         

"Pemerintah harus ajarkan kepercayaan diri dan kesiapan bersaing bagi masyarakat Papua. Karena hal tersebut tidak diajarkan di bangku sekolah, maka sebaiknya ajarkan melalui sekolah di Papua, berikan akses pendidikan yang sesuai bagi situasi wilayah kami. Lalu, lakukan pemerataan dan tepatkan sasaran dalam penyerapan Dana Otsus,"katanya.       

Dr. Chusnul Mariyah (Akademisi Universitas Indonesia) mengatakan eksploitasi SDA misalnya, Indonesia punya UU dimana dalam pengelolaannya, 10 persen milik daerah. Sayangnya, selalu diperjualbelikan. Tolong kunci pasal tersebut agar 10 persen tidak diperjualbelikan, dan tunainya didapatkan dari dividen. Dalam memperkuat daerah Papua, pendekatan legal memang mudah namun tidak kontekstual.                               

Saat ini Papua dibelenggu 3 oligarki: politik, ekonomi, sosial. Jangan jadikan Papua sebagai ladang project oriented oleh oknum politik. Truth and reconciliation harus dilakukan, dan ikhtiar melalui interfaith dialogue. Perbedaan pendang tentu boleh, namun jika ada self determination yang merusak kedaulatan tentu juga ada aturan hukumnya.   

Boy Markus Dawir (Tokoh Pemuda Papua), mengatakan cara pandang para pemuda Papua saat ini terbagi menjadi 2, yakni teman-teman yang mendukung NKRI dan yang bersebarangan dengan NKRI. Rata-rata, teman-teman berseberangan ini merasakan tidak hadirnya negara dalam masyarakat Papua, terutama minimnya kesempatan pemuda Papua menjadi ASN, TNI, atau POLRI dan bagian lainnya sehingga bergabung dengan kelompok separatis.   

Tergantung keseriusan negara apakah mau menginventarisasi permasalahan besar hingga permasalahan kecil, seperti kasus HAM yang tidak kunjung selesai hingga kini. Hal seperti ini bisa menjadi bom waktu. Lakukan cara yang baik, bermartabat, toh kami sudah sampaikan rekomendasi kepada negara dan semoga ditindaklanjuti sesuai aturan hukum.                                                                                                                     

Prof. Dr. Imron Cotan (Duta Besar RI), mengatakan di era padat teknologi dan media kini, semua berusaha memonopoli kebenaran. Dari perspektif hukum dan sejarah, harus kita akui bahwa ada kesalahpahaman isu Papua di Indonesia. Pertama, Papua dianggap sebagai entitas politik tersendiri, bahwa Indonesia mengintegrasi Papua.                         

Mengenai tuduhan rasisme, diskriminasi, seperti yang disuarakan kelompok separatisme, hal tersebut adalah salah tuduh. Tidak sepenuhnya terjadi. Ya, memang ada beberapa oknum, namun mayoritas merasakan good under NKRI. Asumsi-asumsi separatisme itu hanyalah dibangun oleh ilusi. Saat ini pun, sejak adanya UU 21/2001 Otsus (Otonomi Khusus) Papua, seluruh jabatan publik di provinsi Papua telah diduduki oleh OAP (Orang Asli Papua). "Mari kita duduk bersama membicarakan permasalahan Papua tanpa membahas status politik Papua,"katanya.                                                                     

Michael Manufandu (Senior Pamong Papua), mengatakan sejak tahun 2012-2013 Presiden SBY telah siapkan 1000 anak untuk belajar di  universitas agar lebih konstuktif, to be the leader of tomorrow. Otsus telah membangun wilayah-wilayah yang terisolasi karena keadaan geografis, sehingga terjadi interaksi penduduk, atau pembauran serta menghadirkan pemerintah disana. 

Pemerintah juga telah melimpahkan wewenang, menyerahkan anggaran untuk memampukan rakyat, sehingga Pemda memiliki kewenangan untuk mengatur rakyatnya. Infrastruktur sekarang juga sudah jauh lebih baik sejak pembangunan oleh Bapak Jokowi.                                                                                                                     

Dr. Wawan Hari Purwanto (Deputi Kominfo BIN), mengatakan pemerintah sedang melakukan percepatan-percepatan segala bidang, sekolah, fasilitas, energi, air bersih, kebutuhan pabrik, perbatasan Papua, yang secara prinsip mempercepat penyetaraan Papua dengan provinsi lainnya. Terlebih saat ini jelang PON Papua, kita juga bangun fasilitas olahraga dengan standar dunia. "Kita kerjakan secara holistik demi mewujdukan keadilan sosial,"katanya.                                                                                             

Kreatifitas di Papua, telah diberdayakan sebagai kawasan ekonomi khusus yang terkenal di dunia, kita dorong agar tumbuh cepat, termasuk penguatan distrik-distrik. Pendekatan ekologis, SDM digenjot habis, sebagaimana Reno Mayor penerima Bidik Misi sejak SMA. Evaluasi Otsus terus dilakukan dengan melibatkan OAP. Jika ada yang merasa masih belum tersentuh, mohon dimaklumi karena begitu luasnya wilayah Papua.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement